.
.
Makalah Trauma Medula Spinalis
BABI
A. LATAR BELAKANG
Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang(
spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural
ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta
intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.
Akibat medula spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan menjadi
penyebab ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10 % trauma
sistem saraf mengenai medula spinalis. Diperkirakan lebih dari 100 ribu oarang
menderita paralise Akibat cidera medula spinalis dan 10 ribu oarang atau lebih
terkena cidera dalam satahun. Kebanyakan orang yang cedera medula spinalis
adalah pria berumur 18 sampai 25 tahun.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal.
Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari
medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satun tepi ketepi yang lain
pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Transaksi juga disebut cidera
Akibat medula spinalis lengkap. Quadriplegi terjadi pada pasien yang cidera
pada salah satu segmendari servikal Akibat medula spinalis. Pada tingkat awal
semua cidera Akibat medula spinalis belakang terjadi periode fleksi paralise
dan hilang semua reflek dibawah lagi. Fungsi sensori dan autonom juga hilang,
medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi
otonom atau hiperefleksi juga fungsi seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada
pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong
pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
B.TUJUAN PENULISAN
1. tujuan umum
Untuk pemahaman
asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis.
2. Tujuan khusus
1.
Memahami anatomi fisiologi medula spinalis.
2.
Memahami koonsep dasar tentang trauma medula spinalis.
3.
Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medula spinalis.
4.
Merumuskan diagnosa keperawatan.
5.
Dapat membuat NCP.
6.
Dapat merumuskan evaluasi.
BAB II
ISI
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Trauma medula spinalis adalah trauma
yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada
umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga ada yang
terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari Trauma medula spinalis yaitu karena kecelakaan mobil, sepeda
motor, menyelam, berselancar dan kecelakaan atletik lain, tembakan senapan
merupakan merupakan penyebab utama dari medula spinalis.
C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara ( dimana pasien
sembuh sempurna) sanpai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula ( baik
salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula ( yang membuat
pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural
subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi
terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah
medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang
terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang
pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada
tinkat cudera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera.
Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti
inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap.
MANIFESTASI KLINIS
Trauma ini umumnya
mempunyaigejala klinis yang hampir kebanyakansatu sama lainnya, baik intradural
extra-meduler, extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut:
1.Gejala-gejala
radikular :hipertensi,nyeri akar
2.Gejala penekanan
3.gejala sensorik
4.Peninggian
reflek fisiologis dan timbul reflek patologis.
5.Sindrom Bladder-Rectum
Incontinensia urin, retensio urin, konstipasi
6. gangguan saraf
simpatis : reflek pilomotor (merinding), reflk vasomotor (pucat kalau kulit
ditusuk), berkeringat.
D. KLASIFIKASI
KEMEROSOTAN NEUROLOGIS SEHUBUNGAN DENGAN TINGKAT LESI SPINAL CORD.
TINKAT
LESI KEMEROSOTAN
NEUROLOGIS
C1 ke
C2
Quardiplegia; tidak ada fungsi pernafasan karena hambatan pernafasan jika tidak
diobati ( Respiratory Arrest )
C3 ke
C4
Quqrdiplegia ; kehilangan saraf yang mempersarafi saraf diafragma ( Phrenic
Meive ) tidak ada pernafasan.
C4 ke
C5
Quardiplegia ; tidak ada kekuatan mator lengan.
C5 ke
C6
Quardiplegia ; fungsi motor lengan yang menyilang.
C6 ke
C7
Quardiplegia ; tidak ada fungsi trisep kecuali bisep.
C7 ke
C8
Quardiplegia ; tidak ada fungsi intrinsik otot tangan kecuali trisep.
T1 ke T2 & L1
Ke L2 Paraplegia ; fungsi lengan ada beberapa kehilanganintercostal, kehilangan
fungsi kandung kemih, usus besar / bowel, fungsi sex.
L2 dan
bawahnya Kerusakan Cauda equina ; kombinasi
hilangnya sensori, motorik, bowel, kandung kemih, fungsi sex, derajat cidera
tergantung pada akar saraf mana yang terkena.
Sakral
Kehilangan fungsi bowel, kandung kemih dan sexual.
TINGKAT GANGGUAN NEUROLOGIS SESUAI SEGMENT MEDULA SPINALIS.
Musculus /
pleksus
|
Segment
|
Nervus
|
Pleksus
cervikalis
|
C1 - C4
|
|
- Diafragma
|
C3 - C4
|
Frenikus
|
- Skaleni
|
C3 - C8
|
|
Pleksus
Brachialis
|
C5 - Th 2
|
|
Seratus anterior
|
C5 - C7 - C6
|
Torasikus longus
|
Supra dan
infraspinati
|
C5 - C6
|
Supraskapularis
|
Deltoideus
|
C5
|
Aksilaris
|
Teres minor
|
C4 - C5
|
|
Teres mayor
|
C5 - C6
|
Subskapularis
|
Bisep
|
C5 - C6
|
Muskuluskeletal
|
Brakialis
antikus
|
C5 - C6
|
|
Korachobrachialis
|
C5-C6-C7
|
|
Fleksor carpi
radialis
|
C6
|
Medianus
|
Pronator teres
|
C6 - C7
|
|
Fleksor
digitorumsublimis
|
C7
|
|
Fleksor folocis
longus
|
C7
|
|
Fleksor
digitorum profundus
|
C7
|
|
Pronator
quadratus
|
C6
|
|
Abduktor polocis
brevis
|
C7 - C8
|
|
Fleksor polisis
brevis
|
C7 - C8
|
|
Oponens polisis
|
C6 - C7
|
|
Lumbrikalus
1-2-3
|
C8, Th 1
|
|
Fleksor carpi
ulnaris
|
C6
|
|
Fleksor
digitorum profundus
|
C7
|
Ulnaris
|
Abduktor polisis
|
C7, Th1
|
|
Lumbrikalus 3-4
|
C8, Th 1
C8, Th 1
|
|
Abduktor minimi
digiti
|
C8, Th 1
|
|
Oponens minimi
digiti
|
C7 - 8, Th 1
|
|
Fleksor minimi
digiti
|
C7 - 8, Th 1
|
|
Tricept
|
C6 - 7
|
Radialis
|
Brachio radialis
|
C5 - 6
|
|
Ekstensor Carpi
radialis
|
C 6 - 7
|
|
Ekstensor
digitorum komunis
|
C 7
|
|
Ekstensor digiti
quinti propeus
|
C 7
|
|
Ekstensor carpi
ulnalis
|
C 7
|
|
Supinator brevis
|
C5 - 6
|
|
Abduktor polisis
longus
|
C 7 - 8
|
|
Ekstensor
polisis brevis
|
C 8, Th 1
|
|
Ekstensor
polisis longus
|
C 7
|
|
Ektensor Indisis
proprius
|
C 7
|
Nervus torasikus
|
Th 1 - 12
|
|
Intercostal
|
Th 1 - 11
|
Intercostalis
|
Subcostal
|
||
Abdominal
-
Eksternal oblik
-
Internal Oblik
-
Transversalis
-
Rectus
|
Th 8 - 12
|
|
Pleksus lumbalis
|
Th 12 – L 4
|
|
illiopsoas
|
Th 12 – L1,2,3
|
|
Sartorius
|
L2 - 3
|
Krulalis
|
Quadriseps
|
l2 – 4
|
Obsturator
|
Pektineus
|
L2 - 4
|
|
Abduktor
|
L2 – 4
|
|
Grasilis
|
L2 – 4
|
|
Obturator Eksternus
|
L3 – 4
|
|
Pleksus sakralis
|
L5 – S5
|
|
Obsturator Internus
|
L5 – S1
|
|
Gemeli
|
L4 – 5, S1
|
Ischiadikus
|
Kuadratus femoris
|
L4 – 5, S1
|
|
Biceps Femoris
|
L5 – S1 – 2
|
|
Semiten dinosus
|
L4 – 5, S1
|
|
Semimembranosus
|
L4 – 5, S1
|
|
Tibialis antikus
|
L4 – 5
|
Peroneus (Fibularis )
|
ekstensor digitorum longus
|
L4 – 5, S1
|
|
Ekstensor halusis longus
|
L4 – 5
|
|
Ekstensor digitorum brevis
|
L5 , S1
|
|
Ekstensor halusis brevis
|
L4 – 5
|
|
Peroneus ( fibularis )
|
L5, S1
|
|
Gastrognemius
|
L4 – S1- 2
|
Tibialis
|
Soleus
|
L5 – S1
|
|
Tibialis postikus
|
L5 – S1
|
|
Fleksor digitorum longus
|
L5, S1 – 3
|
|
Fleksor halusis longus
|
L5 – S1 – 3
|
|
Fleksor digitorum brevis
|
L5 – S1
|
|
Fleksor halusis brevis
|
L5 – S1-2
|
|
Plantaris
|
S1 – 2
|
|
Sfingter dan parineal
|
S3 – 4 – 5
|
Pudendus
|
E.KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
Data subjektif
1.
Pengertian pasien tentang cidera dan defisit yang ditimbulkannya.
2.
Sifat cidera, sebagaimana trjadi cidera.
3.
Terdapat dispnoe
4.
Perasaan yang tidak biasa ( paresthesia, dsb)
5.
Riwayat hilang kesadaran
6.
Terdapat nyeri
7.
Hilang sensory tingkatannya.
Data obyektif
1. Status respirasi (
terjadi penurunan fungssi pernafasan karena terganggu otot aksesori mayor)
2. Tingkat kewaspadaan dan
kesadaran menurun
3. Orientasi
4. Ukuran pupil, kesamaan
dan reaksi
5. Kekuatan motorik (
mengalami paralisis sensori dan motorik total)
6. Posisi tubuh dalam
posisi netral.
7. Suhu, tekanan darah
turun, nadi.
8. Integritas kulit
9. Kondisi kolon dan
kandung kemih dan distensi.
10. Terdapat cidera lain ( fraktur dan cidera
kepala)
Pemeriksaan diagnostik
Pengkajian neurologik yang lengkap perlu dilakukan, pertama perlu kiranya perlu
diketahui apakah terdapat patah atau pergeseran vertebral. Diagnostik dengan
sinar X ( sinar X pada spinal servikal lateral dan pemindahan CT)> suatu
riset dilakukan untuk cidera lain karena trauma spinal sering brsamaan dengan
cidera lain, yang biasanya dari kepala dan dada. Pemantauan EKG kontinyu
merupakan indikasi karena biodikardia (perlambatan frekuensi jantung) dan
asistole ( standstill jantung) umum cedera servikal akut. CT scan sangat
membantu penyusuran cidera medula spinalis. MRI dapat menemukan kompresi medula
spinalis dan edema.
F. Diagnosa
keperawatan
1.
Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan
pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis.
2.
Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal
serta ketidakmampuan membersihkan sekresi.
3.
Gangguan eliminasi ( bowel incontinensia, konstipasi) b\d rusaknya nervus
pudendus lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh
trauma medula spinalis.
4.
Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus
pudenous lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh
trauma medula spinalis.
5.
Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder
adanya trauma medula spinalis pada segmen Th 12-L1 2,3
6.
Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap,
perubahan body image) b\d penurunan fungsi neurilogis, sekunder adanya trauma
medula spinalis.
Masalah
kolaboratif, komplikasi potensial
Berdasarkan data
pengkajian komplikasi yang mungkin terjadi meliputi
a)
Trombosis vena
provunda.
b)
Hipertensi orto
stadi.
c)
Hiperrefleksi
autonom.
G
Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya
paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh
karena trauma medula spinalis.
Kriteria hasil
:mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, foot
droop.
Meningkatkan bagian tubuh yang sakit.
Intervensi
:
kaji secara
teratur fungsi motorik.
a.
Mencegah
terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi gerak. Posisi tidur pasien yang
benar untuk mencegah kontraktur dan mempertahankan body aligment yang
baik.
b.
Tempat tidur
dengan alas yang keras dan rata.
c.
Usahakan telentang
kecuali saat pemenuhan aktivitas, untuk mencegah deformiter fleksi paha.
d.
Gunakan footboard
selama terjadi kelumpuhan agar kaki tetap dalm posisi dorsofelksi mencegah foot
droop, tumit memendek plantar fleksi.
e.
Cegah penggunaan foot board setelah terjadi kekejangan yang
berlanjut karena akan menambah kekakuan dan plantar fleksi.
f.
Cegah terjadinya
tekanan yang berlebihan pada tumit.
g.
. Jangan
menggunakan perban untuk menarik kaki yang sakit ke arah plantar fleksi.
h.
Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta
pertolongan.
i.
Bantu \ lakukan
latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan
lembut.
j.
Pantau TD sebelum
dan sesudah melakukan aktifitas pada fase akut.
k.
Gantilah posisi
secara periodik walaupun dalam keadaan duduk.
l.
Gunakan ganjalan
pada daerah posterior dan usahakan lutut dalam posisi ekstensi secara penuh,
amankan daerah posteror dengan perban yang elastis.
m. Gunakan bantalan daerah trochanter mulai dari krista
iliaka sampai pertengahan paha untuk mencegah eksternal rotasi pada sendi paha
jika dalam posisi dorsal.
n.
Tempatkan pasien
dalam posisi prone 15 menit – 1 ½ jam 2 – 3 kali perhari untuk mencegah
kontraktur paha yang fleksi.
o.
Memberi latihan
pada daerah yang sakit, ajarkan pasien untuk menempatkan bagian kaki yang sakit
di atas bagian kaki yang sehat agar pasien mampu mengembalikan badannya
sendiri.
Gangguan pola
napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta
ketidakmampuan membersihkan sekresi.
Kriteria hasil : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh
tidak adanya distress pernapasan dan GDA dalam batas dalam batas yang diterima
Intervensi :
a. Pertahankan jalan napas, posisi kepala dalam keadaan posisi netral,
tinggikan sedikti kepala tempat tidur jika dapat ditoleransi pasien : gunakan
tambahan / beri jalan napas buatan jika ada indikasi.
b. Lakukan
penghisapan bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekresi.
c. Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan
napas dalam. Catat adanya / tidak ada pernapasan spontan, contoh pernapasan
labored, menggunakan otot aksesori.
d. Auskultasi suara napas. Catat bagian – bagian paru yang bunyinya menurun
atau tidak ada atau adanya suara napas adventisius (ronkhi, mengi, krakles).
e. Catat kemampuan ( kekuatan ) dan / atau keefektifan dari fungsi batuk.
f. Bantu pasien
untuk batuk ( jika diperlukan ) dengan meletakkan tangan di bawah diafragma dan
mendorong ke atas sewaktu pasien melakukan ekspirasi.
g. Observasi warna
kulit : adanya sianosis, keabu – abuan.
h. Kaji adanya
distensi abdomen dan spasme otot.
i.
Anjurkan pasien
untuk minum ( minimal 2000 ml / kalori ).
Gangguan rasa
nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder adanya masa trauma
medulla spinalis pada segmen Th 12 - L1 2,3
Kriteria
hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri \ ketidak nyamanan.
Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri.
Intervensi
:
a.
Kaji terhadap
adanya nyeri.
b.
Evaluasi
peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda vital yang
tak dapat dijelaskan.
c.
Berikan tindakan
kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, masase, kompres hangat\dingin, sesuai
indikasi.
d.
Dorong pengguanaan
teknik relaksasi.
Gangguan eliminasi
( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan
vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula
spinalis.
Kriteria
hasil : eliminasi urin dapat dipertahankan masukan \ pengeluaran
dengan urine jernih bebas bau.
Intervensi
:
a.
Kaji pola berkemih
seperti frekuensi dan jumlahnya.
b.
Palpasi adanya distensi kandung kemih.anjurkan pasien
untuk melaporkan asupan cairan, pola berkemih,jumlah residu urin setelah
dilakukan kateterisasi, kualitas urin
dan beberapa perasaan yang tidak biasanya ada yang
mungkin terjadi.
c.
Observasi adanya urine seperti awan atau berdarah, bau
yang tidak enak.
d.
Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering,
lakukan perawatan kateter jika perlu.
Gangguan eliminasi (urinary incontinensia, konstipasi) b/d rusaknya
nervus pudenous lintasan vegetatif pada sacral 3-4-5 sekunder adanya penekanan
oleh trauma medulla spinalis.
Kriteria
hasil : Menciptakan kembali kepuasan pala eliminasi usus.
Intervensi
:
a)
Auskultasi bising
usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
b)
Observasi adanya distensi abdomen jikabising usus tidak
ada atau berkurang.
c)
Catat adanya mual,
ingin muntah.
d)
Kenali adanya
tanda-tanda\ periksa adanya sumbatan.
Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan
menetap, perubahan body emage) b\d penurunan fungsi neurologist, sekunder
adanya trauma medulla spinalis.
Kriteria hasil
: Mengenali kerusakan sensori.
Mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensil terhadap
penyimpangan \ kelebihan beban
Intervensi
:
a.
Lindungi dari
bahaya tubuh.
b.
Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan
sensasi.
c.
Posisikan pasien
untuk melihat sekitar aktifitas.
d.
Berikan aktifitas hiburan.
e.
Berikan tidur tanpa
gangguan dan periode istirahat.
G. EVALUASI
hasil yang
diharapkan
mempehatikan
peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi yang
diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi.
a.
bernapas dengan
mudah tanpa napas pendek.
b.
melatih napas
dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret.
c.
bebas dari infeksi
paru-paru ( missal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi
napas normal, tidak ada sputum purulen.
bergerak dalam
batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam nafas fungsi.
mendemostrasikan
integritas kulit dengan optimal.
a.
memperlihatkan
turgor kulit normal dan kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan
b.
berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau prosedur dalam keterbatasan
fungsi
mencapai fungsi
kandung kemih
a. tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. ( mis. suhu
normal, berkemih jernih, urine encer)
b. mngosumsi asupan cairan adekuat.
c. . berpartisipasi dalam program latihan dalam
batasan fungsi. mencapai fungsi defekasi
d. melaporkan pola defekasi tratur.
e. mengkonsumsi makanan berserat
yang adekuat dan cairan melalui oral.
f. berpartisipasi dalam program latihan defekasi
dalam batas fungsi melaporkan
tidak ada nyeri dan ketidak nyamanan.
bebas komplikasi
g. memperlihatkan tidak ada tanda
tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau emboli paru.
h. tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru ( missal. tidak
neri dada atau panas pendek : gas darah arteri normal )
i. mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
j. tidak mengalami sakit kepala
dengan perubahan posisi
k. tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom ( mis. tiak sakit
kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis.)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
penatalaksanaan cidera spidula spinalis harus tepat karena bisa menyebabkan
kerusakan dan kehilangan fungsi neurologik. tujuan penatalaksanaan adalah untuk
mencegah cidera spinalis dan mengobservasi gejala penurunan neurology lanjut.
stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler harus diprtahankan.
tindakan ditambah dengan teknik yang sudah maju, telah dapat mempertahankan
sisa fungsi neurologik pada penderita. jenis-jenis trauma yang paling sering
menyebabkan cidera medulla spinalis adalah kecelakaan lalu lintas, luka tembak,
kecelakaan sewaktu menyelam dan terjatuh.
penderita bisa sulit bernafas spontan sehingga prioritas utamanya adalah
mengadakan jalan udara yang efektif dengan cara memperkecil gerakan sewaktu
diadakan resusitation.
B. Saran
a) ditempas kecelakaan pasien harus dimobilisasi pada papan spinal (
punggung dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah cidera
komplit.
b) salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
c) tangan
ditempatkan pada kedua sisi deka telinga untuk mempertahankan traksi dan
kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
d) paling sedikit
empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati keatas papan untuk
memindahkan kerumah sakit. adanya gerakan memutir dapat merusak medulla
spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah,
atau memotong medulla komplet.
0 Response to "MAKALAH TANDA BAHAYA KEHAMILAN"
Post a Comment