.
.
RESPON FISIOLOGI TANAMAN TOMAT (Solanum
lycopersicum) TERHADAP STRESS GARAM
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap faktor lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum
Toleransi Shelford, yang berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan
maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya”. Setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum
terhadap faktor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun
di bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress
fisiologis. Kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila
kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai
batas toleransi kelulus hidupan, maka
organisme tersebut akan mati (Dharmawan, 2005).
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi
garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman.Stres garam meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman. Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap
salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel,
yaitu senyawa organik yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima
garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar
tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu
yang lama (glikofita) kecuali
pada tanaman halofita, yaitu
tanaman yang toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar
garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell et al., 2003).
Toleransi setiap tanaman akan berbeda dengan tanaman lain, juga pada
jenis tanaman yang sama tetapi berbeda varietas akan berbeda juga
toleransinya. Dengan demikian perlu dikaji mengenai tanggapan varietas tanaman
terhadap kadar garam tinggi sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan
dengan ketahanan hidup tanaman pada pada kondisi salin. Mini Proyek ini menggunakan tanaman tomat (Solanum lycopersicum) sebagai tanaman
yang akan diuji ketahanan hidupnya pada kondisi salin. Tanaman tomat ini termasuk tanaman glikofita, yaitu tanaman yang tidak tahan
terhadap salinitas tinggi (Putri et al.,
2009).
Tanaman tomat umumnya ditanam di sawah, tegalan,
dan pekarangan. Tomat memiliki penyesuaian yang luas terhadap lingkungan
tumbuh dan mudah
dibudidayakan di dalam pot dan wadah lainnya dengan volume yang terbatas. Tomat dapat tumbuh di segala
macam tipe tanah dan ketinggian tempat, tetapi tidak tahan terhadap hujan, terutama
pada fase pembungaan karena mudah gugur. Suhu udara yang tinggi
menyebabkan produksi buah tomat menurun. Tanah yang cocok adalah tanah yang gembur dan cukup bahan organik. PH tanah optimum tanaman
tomat untuk tumbuh adalah pada pH 5-6. Pengaturan pada masa tanam sangat
penting sehingga musim berbunga dan musim berbuah jatuh pada musim kering
(Yasemin, 2005). Tanaman tomat diamati selama 5 minggu
dengan mengacu pada 6 parameter, yaitu tinggi
tanaman, berat basah, berat kering tanaman, luas daun, kandungan klorofil daun
dan titik eksklusi garam. Selama proses penanaman hingga pengamatan
berlangsung, diberlakukan perlakuan dengan tingkat stres garamdengan
konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 0, 10, 20, 30,
40, 50 mmol. Alasan dipilihnya tanaman tomat sebagai
bahan praktikum karena tanaman tomat merupakan tumbuhan tingkat
tinggi yang mewakili kelas dikotil dan tanaman glikofita,
selain itu struktur dan fisiologinya sangat lengkap sehingga mudah untuk
diamati dan mudah didapat.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Respon Fisiologi Tanaman Tomat(Solanum lycopersicum) terhadap Stress Garam adalah :
1.
Memahami bahwa pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan).
2.
Memahami bahwa kondisi lingkungan yang
ekstrim (cekaman) merupakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman.
3.
Menentukan besarnya kandungan garam
dalam media tanam dimana tanaman masih bisa toleran untuk tumbuh.
4.
Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi
terhadap perubahan-perubahan fisiologi tanaman tomat (Solanum
lycopersicum).
II. MATERI DAN METODE
A.
Materi
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
polibag, penggaris, gunting,
timbangan analitik,
spektrofotometer, mortar dan pastle, kertas HVS 70 gram, oven, gelas ukur, gelas beaker, tabung kuvet, koran, alumunium, kertas saring, kamera, hot plate dan stirer serta kertas
label.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini
adalah tanaman Tomat (Solanum lycopersicum), NaCl dengan
konsentrasi 0 mM, 10 mM, 20 mM, 30 mM, 40 mM, dan 50
mM , aceton 80%, dan akuades.
B.
Metode
1. Cara Kerja
1.1.
Prosedur umum
Benih yang digunakan dipilih, disemai dan kemudian
ditanam dalam polibag ukuran 5 kg, sebanyak 2 tanaman/polybag. Pemupukan dan
pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai standar.
1.2.
Pemaparan NaCl
A. Pembuatan larutan garam. Untuk miniproject ini digunakan garam dapur.
Garam dapur (NaCl) yang digunakan ditimbang dengan rumus:
M = gr x 1000
Mr V
Dimana :
M = molaritas garam yang diinginkan (mol)
G = berat garam yang harus ditimbang
(gram)
Mr = berat molekul NaCl (gram)
V = volume larutan yang diinginkan (ml)
B Perlakuan NaCl diberikan ketika tanaman
berumur 14 hari, sampai dengan tanaman sampai berumur 8 minggu, dengan dosis 1
liter/ polybag. Pemberian NaCl dilakukan setiap 2hari sekali.
1.3.
Pengamatan
parameter fisiologi
1.3.1. Pengukuran
luas daun
A Pengukuran dilakukan setiap dua minggu
sekali.
B Data luas daun diperoleh dengan cara
mengukur luas daun kedua (fully expanded
leaf), dan dinyatakan dalam cm2.
C Pengukuran luas daun dilakukan dengan
metode gravimetri.
a)
Dengan menggunakan kertas HVS 70 gram,
dibuat kotak bujursangkar berukuran 4 x 4 cm; dengan demikiaan luas kertas
tersebut adalah 16 cm2 (A).
b)
Kertas bujur sangkar (a) ditimbang
dengan timbangan analitik, misalnya terukur X gram (B).
c)
Dibuat pola daun ke-2 tanaman sampel.
Kertas bujursangkar dipotong sesuai pola yang dibuat, untuk kemudian ditimbang
dengan timbangan analitik, misalnya terukur Y gram (C).
d)
Luas
daun ke-2 dihitung dengan rumus :
Luas daun = ACcm2
B
Dimana :
A = luas kertas bujur sangkar (cm2)
B = berat
kertas bujur sangkar (gram)
C = berat
pola sampel daun (gram)
1.3.2. Pengukuran
tinggi tanaman
A Pengukuran
dilakukan oleh mahasiswa, alat ukur, dan cara pengukuran yang
sama, dan dilakukan setiap minggu.
B Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal batang sampai titik
tumbuh apikal tanaman.
1.3.3. Pengukuran
berat basah dan berat kering
A Data berat basah dan berat kering tanaman
diperoleh dengan menimbang berat basah dan berat kering tanaman diakhir penelitian,
dan dinyatakan dalam gram.
B Pengukuran berat basah dan berat kering
dilakukan dengan cara pemisahan akar, batang, dan daun. Pengukuran ini
dilakukan sebagai berikut :
a.
Memisahkan
media dari akar tanaman, dilakukan dengan cara mencabut tanaman tersebut hingga
akar, membuang media tanaman dengan air, diusahakan akar tidak ikut terbuang.
b.
Memotong/memisahkan
bagian akar, batang, dan daun tanaman.
c.
Menimbang
masing-masing bagian tanaman (berat basah).
d.
Mengeringkan
masing-masing bagian akar dan batang dengan cara mengoven sampai dengan
diperoleh berat yang konstan (berat kering).
e.
Menghitung
ratio berat basah dan berat kering masing-masing akar, batang, dan daun.
1.3.4. Pengukuran
kandungan klorofil dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan dengan cara :
A Penimbangan kandungan klorofil dillakukan
pada minggu ke tujuh.
B Memotong daun segar dengan ukuran 1 x 1 cm
(1 cm2) dan dilumatkan dalam mortal dengan pelarut aseton 80% sampai
semua pigmen terlarut.
C Dengan menggunakan spektrofotometer, baca
absorbansi filtrat pada panjang gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.
D Kandungan klorofil dapat ditentukan dengan
menggunakan formulasi :
Chlorophyll a(μg/ml) = 12.21 (A663)
- 2.81 (A646)
Chlorophyll b(μg/ml) = 20.13 (A646)
- 5.03 (A663)
Total chlorophyll (μg/ml) = 17.3 (A646)
– 7.18 (A663) +
Karotenoid
Dimana : A470, A646,
dan A663 adalah absorbansi pada panjang gelombang 470, 646, dan 663
nm.
1.3.5. Penentuan
titik eksklusi garam dilakukan dengan mengamati kemunculan kristal garam pada
permukaan daun dan dinyatakan setelah hari paparan.
1.3.6. Pengamatan
dilakukan setiap minggu dan dinyatakan dalam hari setelah pemaparan.
1.4. Analisis
Data
Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dengan uji F, dan dilanjutkan dengan
uji BNJ dengan taraf kepercayaaan 95 dan 99 %.
2. Metode Penelitian
2.1 Lokasi
dan waktu
Mini project ini akan
dilakukan di Fakultas Biologi Unsoed selama 8 minggu.
2.2 Rancangan
Percobaan
Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan berupa konsentrasi garam NaCl (K) yang diberikan yaitu: K0 (kontrol),K1 (10 mM NaCl), K2 (20 mM NaCl), K3 (30 mM NaCl), K4 (40 mM NaCl), dan K5 (50
mM NaCl). Masing-masing perlakuan diulang paling sedikit 3 kali.
2.3
Variabel dan Parameter
Variable yang diamati
adalah pertumbuhan tomat (Solanum
lycopersicum)dengan parameter yang diukur:
tinggi tanaman, berat basah dan berat kering tanaman, luas daun, kandungan
klorofil daun, dan titik eksklusi garam.
III. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Tinggi Tanaman
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rataan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
K0 (0 mM)
|
19
|
26
|
37
|
49
|
56
|
187
|
37,4
|
K1 (10 mM)
|
16,5
|
24,5
|
36
|
48
|
53
|
178
|
35,6
|
K2 (20 mM)
|
18
|
23
|
30
|
40
|
51
|
162
|
32,4
|
K3 (30 mM)
|
18
|
26
|
40
|
35
|
49
|
168
|
33,6
|
K4 (40 mM)
|
14
|
20
|
31
|
49
|
55
|
169
|
33,8
|
K5 (50 mM)
|
16,5
|
22
|
32
|
45
|
50
|
165,5
|
33,1
|
Anova Tinggi Tanaman
No
|
Sumber ragam
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
FTabel
|
||
0,05
|
0,01
|
|||||||
1
|
Perlakuan
|
5
|
85,44
|
17,08833
|
0,077699
|
ns
|
2,62
|
3,9
|
2
|
Galat
|
24
|
5278,30
|
219,9292
|
||||
3
|
Total
|
29
|
5363,74
|
Tabel 2. Hasil Luas Daun
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rataan
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
K0 (0 mM)
|
8,45
|
11,26
|
11,26
|
30,97
|
10,32333
|
K1 (10 mM)
|
11,26
|
19,71
|
15,55
|
46,52
|
15,50667
|
K2 (20 mM)
|
8,45
|
8,45
|
8,45
|
25,35
|
8,45
|
K3 (30 mM)
|
11,26
|
18,3
|
15,5
|
45,06
|
15,02
|
K4 (40 mM)
|
7,04
|
19,71
|
14,08
|
40,83
|
13,61
|
K5 (50 mM)
|
8,45
|
12,67
|
12,67
|
33,79
|
11,26333
|
Anova Luas Daun
No
|
Sumber ragam
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
FTabel
|
||
0,05
|
0,01
|
|||||||
1
|
Perlakuan
|
5
|
2868,38
|
573,6754
|
43,41569
|
**
|
2,39
|
3,11
|
2
|
Galat
|
12
|
158,56
|
13,21355
|
||||
3
|
Total
|
17
|
3026,94
|
Tabel 3. Hasil Berat Basah
Perlakuan
|
Ulangan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Jumlah
|
Rataan
|
|
K0 (0 mM)
|
22,96
|
13,7
|
38,44
|
7,68
|
6,3
|
89,08
|
17,816
|
K1 (10 mM)
|
17,08
|
17,97
|
22,43
|
6,39
|
28,77
|
92,64
|
18,528
|
K2 (20 mM)
|
18,96
|
30,94
|
19,43
|
2,5
|
17,42
|
89,25
|
17,85
|
K3 (30 mM)
|
18,39
|
32,29
|
23,98
|
4,93
|
33,39
|
112,98
|
22,596
|
K4 (40 mM)
|
19,85
|
19,04
|
16,9
|
7,6
|
11
|
74,746
|
14,9492
|
K5 (50 mM)
|
24,04
|
27,51
|
49,86
|
6,26
|
21,52
|
129,19
|
25,838
|
Tabel 4. Hasil Berat Kering
Perlakuan
|
Ulangan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Jumlah
|
Rataan
|
|
K0 (0 mM)
|
5,13
|
4,86
|
6,24
|
7,68
|
6,3
|
30,21
|
6,042
|
K1 (10 mM)
|
4,7
|
7,57
|
5,79
|
6,39
|
28,77
|
53,22
|
10,644
|
K2 (20 mM)
|
8,11
|
14,64
|
7,01
|
2,5
|
17,42
|
49,68
|
9,936
|
K3 (30 mM)
|
7,54
|
14,11
|
8,6
|
4,93
|
33,39
|
68,57
|
13,714
|
K4 (40 mM)
|
7,65
|
3,96
|
6,29
|
7,6
|
11,356
|
36,856
|
7,3712
|
K5 (50 mM)
|
6,64
|
9,14
|
49,86
|
6,26
|
21,52
|
93,42
|
18,684
|
Tabel 5. Hasil Perbandingan
Berat Kering dan Berat Basah
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rataan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
K0 (0 mM)
|
0,2234321
|
0,354745
|
0,162331
|
1
|
1
|
2,740507
|
0,548101
|
K1 (10 mM)
|
0,2751756
|
0,421258
|
0,258136
|
1
|
1
|
2,95457
|
0,590914
|
K2 (20 mM)
|
0,4277426
|
0,473174
|
0,360782
|
1
|
1
|
3,261699
|
0,65234
|
K3 (30 mM)
|
0,4100054
|
0,436977
|
0,358632
|
1
|
1
|
3,205615
|
0,641123
|
K4 (40 mM)
|
0,3853904
|
0,207983
|
0,372189
|
1
|
1
|
2,965563
|
0,593113
|
K5 (50 mM)
|
0,2762063
|
0,332243
|
1
|
1
|
1
|
3,608449
|
0,72169
|
Anova Perbandingan Berat
Basah dan Berat Kering
No
|
Sumber ragam
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
FTabel
|
||
0,05
|
0,01
|
|||||||
1
|
Perlakuan
|
5
|
0,09
|
0,018447
|
0,135408
|
ns
|
2,62
|
3,9
|
2
|
Galat
|
24
|
3,27
|
0,136234
|
||||
3
|
Total
|
29
|
3,36
|
Tabel 6. Hasil Kandungan Klorofil
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rataan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
K0 (0 mM)
|
0,77
|
0,493
|
0,3918
|
0,8978
|
0,8554
|
3,408
|
0,6816
|
K1 (10 mM)
|
1,12
|
0,5648
|
11,392
|
1,159
|
1,5638
|
15,7996
|
3,15992
|
K2 (20 mM)
|
1,53
|
-3,2276
|
0,653
|
1,665
|
2,171
|
2,7914
|
0,55828
|
K3 (30 mM)
|
1,23
|
0,666
|
1,0838
|
1,779
|
5,406
|
10,1648
|
2,03296
|
K4 (40 mM)
|
2,37
|
0,33
|
0,7248
|
2,69
|
5,9578
|
12,0726
|
2,41452
|
K5 (50 mM)
|
0,607
|
0,5648
|
0,8978
|
1,374
|
2,171
|
5,6146
|
1,12292
|
Anova Kandungan Klorofil
No
|
Sumber ragam
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
FTabel
|
||
0,05
|
0,01
|
|||||||
1
|
Perlakuan
|
5
|
27,09
|
5,417651
|
0,922091
|
ns
|
2,62
|
3,9
|
2
|
Galat
|
24
|
141,01
|
5,875397
|
||||
3
|
Total
|
29
|
168,10
|
Tabel 7. Hasil Kandungan Karotenoid
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rataan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
K0 (0 mM)
|
0,18
|
0,18
|
0,207
|
0,56
|
0,361
|
1,488
|
0,2976
|
K1 (10 mM)
|
0,24
|
0,25
|
-5,506
|
-0,28
|
0,396
|
-4,9
|
-0,98
|
K2 (20 mM)
|
0,09
|
1,23
|
0,506
|
-0,61
|
0,546
|
1,762
|
0,3524
|
K3 (30 mM)
|
0,19
|
0,27
|
0,049
|
0,42
|
-0,627
|
0,302
|
0,0604
|
K4 (40 mM)
|
-0,37
|
0,1797
|
0,18
|
-0,83
|
-0,714
|
-1,5543
|
-0,31086
|
K5 (50 mM)
|
0,31
|
0,34
|
-0,315
|
-0,5
|
0,117
|
-0,048
|
-0,0096
|
Anova Kandungan Karotenoid
No
|
Sumber ragam
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
FTabel
|
||
0,05
|
0,01
|
|||||||
1
|
Perlakuan
|
5
|
6,08
|
1,215497
|
0,973749
|
ns
|
2,62
|
3,9
|
2
|
Galat
|
24
|
29,96
|
1,248266
|
||||
3
|
Total
|
29
|
36,04
|
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum
pengaruh stress garam terhadap tanaman tomat (Solanum lycopersicum) didapatkan hasil untuk tinggi tanaman tomat pada
pengamatan minggu kedua yaitu umur 2 minggu dilihat pada RGR I didapatkan nilai
fhit 0,077699 dan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9 untuk α 0,01 . Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai fhit < ftab, artinya nonsignifikan yaitu stress garam mempengaruhi tinggi tanaman secara
tidak nyata, jadi tanaman tomattersebuttidak
terkena pengaruh stres garam secara
nyata, sehingga tidak dilakukan
uji lanjut BNJ.
Hasil untuk luas daun tanaman tomat fhit43,41569
dan ftab2,39 untuk
α 0,05 dan 3,11 untuk α 0,01. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa fhit>ftab artinya signifikan, yaitu stress garam mempengaruhi secara
nyata luas daun tanaman tomat.
Kandungan klorofil tanaman tomat diperoleh hasil fhit0,92209 sedangkan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9 untuk α
0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu stress garam tidak mempengaruhi kandungan klorofil tanaman. Hasil fhit untuk karoteniod tanaman tomatyaitu 0.973749
dengan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9 untuk α
0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu stress garam mempengaruhi berat basah dan berat kering tanaman tomat secara tidak nyata. Hasil fhit untuk karoteniod tanaman
tomat yaitu 0.135048 dengan ftab2,62 untuk α 0,05 dan 3,9
untuk α 0,01. fhit<ftab artinya nonsignifikan, yaitu stress garam mempengaruhi berat basah dan berat kering tanaman tomat secara tidak nyata. Pada
percobaan kali ini tidak terbentuk kristal garam pada permukaan daun tanaman
tomat.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa hasil pengamatan tidak
sesuai dengan pernyataan Robinson (1999), bahwa adanya kadar garam yang tinggi
pada tanah menyebabkan penurunan jumlah daun, luas daun, berat basah dan berat
kering tanaman, tinggi tanaman, rasio pertumbuhan panjang sel, kandungan
klorofil daun, dan munculnya kristal garam pada daun. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain cara penanaman, pemberian larutan, dan
perawatan tanaman yang kurang benar, faktor cuaca, dan kurangnya ketelitian
dalam memasukkan data.
Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi
yang berlebihan dalam larutan tanah. Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Cekaman garam
merupakan cekaman yang kompleks, umumnya ditunjukkan sebagai kondisi
kekuranagan air karena pengaruh osmotik garam. Pada keadaan ekstrim dapat
menimbulkan kematian tanaman karena konsentrasi garam yang tinggi dalam tanah
dapat menimbulkan gangguan osmotik, keracunan ion atau ketidakseimbangan ion
(Putri et al., 2009).
Stress (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang
tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap tanaman. Campbell et al (2003), mendefinisikan cekaman
sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan,
reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Stress lingkungan pada tanaman
dikelompokkan menjadi stress biotik dan stress abiotik. Bentuk stress biotik
diantaranya kompetensi dan infeksi, misalnya adalah gulma. Menurut Inawati (2000)
derajat kompetisi yang terjadi antara tanaman dan gulma dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain varietas dan jenis gulma. Jenis gulma yang tumbuh
dominan dan sangat kompetetif pada lahan kering salah satunya adalah gulma teki
(Cyperus rotundus L). Stress
abiotik meliputi stress suhu, stress radiasi, stress bahan kimia, stress angin,
dan stress air (Purwanto dan Agustono, 2010).
Cekaman air atau kekeringan merupakan kondisi dimana kadar air tanah
berada pada kondisi yang minimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
Menurut Gardner (1991) pengaruh cekaman kekeringan pada stadium vegetatif dapat mengurangi laju
pelebaran daun dan laju asimilasi intrasel (LAI) pada tingkat perkembangan
berikutnya.Cekaman air yang parah dapat menyebabkan penutupan stomata, yang
mengurangi pengambilan karbondioksida dan produksi berat kering. Menurut Yasemin (2005) yang menyatakan bahwa, selama terjadi cekaman kekeringan terjadi
penurunan laju fotosintesis yang disebabkan oleh penutupan stomata dan
terjadinya penurunan transport elektron dan kapasitas fosforilasi didalam
kloroplas daun.
Stress garam termasuk stress bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion,
gas, herbisida, dan insektisida (Harjadi dan Yahya, 1988). Stress garam terjadi
dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang
berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada
tanah salin. Stress garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam
hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman.
Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4,
CaCl2, MgSO4, MgCl2
yang terlarut dalam air. Stress akibat kelebihan Na+ dapat
mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai
pertumbuhan tanaman (Sipayung, 2006).
Menurut Quinet (2010) adanya
kadar garam yang tinggi pada tanah juga menyebabkan penurunan jumlah daun, luas
daun, berat basah dan berat kering tanaman, tinggi tanaman, rasio pertumbuhan
panjang sel, kandungan klorofil daun, dan munculnya kristal garam pada daun.
Penurunan kandungan klorofil ini berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang
akan terganggu, karena klorofil merupakan bahan utama dalam fotosintesis.
Selain itu juga akan terjadi akumulasi garam pada jaringan mesofil dan
meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel (interseluler) yang
dapat mengurangi pembukaan stomata. Pembentukan klorofil ini dipengaruhi oleh
faktor genetik, cahaya, karbohidrat, air, unsur hara dan biosintesis protein
(Robinson, 1999).
Cekaman garam mengakibatkan peningkatan secara drastis
level asam amino prolin dalam jaringannya. Cekaman garam mempengaruhi
pertumbuhan secara tidak langsung dengan menurunnya kecepatan fotosintesis yang
disebabkan oleh penutupan stomata atau pengaruh langsung garam terhadap organ
fotosintesis. Dengan demikian tanaman yang dihadapkan pada kadar garam tinggi
dengan cepat mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan. Fenomena tersebut
merupakan konsekuensi langsung dan gangguan metabolik yang diinduksi oleh
garam. Hambatan pertumbuhan akibat cekaman garam berkaitan dengan berkurangnya
penyerapan air dan unsur hara. Selain itu, adanya ion-ion dalam jumlah
berlebihan mengganggu proses metabolisme pada tanaman. Keadaan ini berpengaruh
terhadap kemampuan akar dalam menyerap air dan hara dari medium, akibatnya,
berkurangnya suplai air menyebabkan fotosintesis menurun. Jumlah daun pada
tanaman akan mempengaruhi luas daun. Pengurangan luas daun merupakan salah satu
bentuk mekanisme morfologi. Salah satu perubahan akibat salinitas tinggi yaitu
pengurangan jumlah daun dan luas daun untuk memperkecil kehilangan air akibat
cekaman air, karena transpirasi tidak diimbangi oleh penyerapan air dari medium
(Inawati, 2000).
Terdapat tiga pengaruh
cekaman salinitas terhadap proses-proses metabolisme tanaman, yaitu efek
tekanan osmotik, toksisitas mineral garam, dan hambatan suplai mineral nutrisi. Salah satu karakter morfologis yang
berkaitan dengan ketahanan terhadap salinitas adalah sistem perakaran. Sebagaimana
pada ketahanan kapas terhadap cekaman keterbatasan air, sistem perakaran yang
dalam juga sangat berpengaruh terhadap ketahanan terhadap cekaman salinitas, dengan
demikian aksesi-aksesi yang memiliki ketahanan tersebut pasti memiliki akar
yang lebih panjang, sehingga mampu mendukung pertumbuhan tunas secara maksimal
(Sulistyowati, 2010).
Keberadaan garam yang tinggi dalam tanah mengakibatkan meningkatnya
kemampuan beradaptasi tanaman. Proses dimana
perlakuan tingkat stress yang lebih rendah dapat meningkatkan kemampuan tanaman
untuk beradaptasi dengan tekanan lingkungan pada umumnya dikenal sebagai aklimatisasi. Aklimatisasi garam ditandai
dengan kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam yang sebaliknya akan mematikan
tanaman yang tidak terbiasa. Perlakuan tingkat rendah stress garam
NaCl meningkatkan ketahanan salinitas berikutnya pada tanaman, misalnya
pada tanaman jagung (Zea mays L), bit, kedelai (Glycine max), kacang tunggak (Vigna unguiculata), padi (Oryza
sativa) dan kentang (Solanum tuberosum) (Etehadnia et al., 2010).
Untuk mempertahankan kehidupannya, jenis-jenis tanaman tertentu memiliki
mekanisme toleransi tanaman sebagai respon terhadap salinitas tanah. Jenis-jenis tanaman memiliki toleransi
yang berbeda-beda terhadap salinitas. Beberapa tanaman budidaya misalnya bit, gula dan beras belanda lebih toleran terhadap
garam dibandingkan tanaman lainnya (Salisbury and Ross, 1995). Secara garis
besar respon tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi
yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. Bentuk adaptasi
dengan mekanisme fisiologi menurut Sipayung (2006), terdapat dalam beberapa
bentuk sebagai berikut :
1.
Osmoregulasi
(pengaturan potensial osmosis)
Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian
dengan menurunkan potensial osmose tanpa kehilangan turgor. Untuk memperoleh
air dari tanah sekitarnya potensial air dalam cairan xilem harus sangat diturunkan
oleh tegangan. Beberapa
halofita mampu menjaga potensial osmotik terus menjadi lebih negatif selama
musim pertumbuhan sejalan dengan penyerapan garam. Halofita lainnya memiliki kemampuan
mengatur penimbunan garam (Na+ dan Cl-) pada kondisi
cekaman salinitas, misalnya tanaman bakau yang mampu mengeluarkan 100% garam
(Salisbury and Ross, 1995).
Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintesis dan akumulasi
solute organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan
meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa
organik berbobot molekul rendah yang setara dengan aktifitas metabolik dalam
sitoplasma seperti asam-asam organik, asam amino dan senyawa gula disintesis
sebagai respon langsung terhadap menurunnya potensial air eksternal yang redah.
Senyawa organik yang berperan mengatur osmotik pada tanaman glikopita tingkat
tinggi adalah asam-asam organik dan senyawa-senyawa gula. Asam malat paling
sering menyeimbangkan pengambilan kation yang berlebihan. Asam oksalat dalam
tanaman halofita merupakan asam organik yang menyeimbangkan osmotik akibat
kelebihan kation. Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi
sukrosa yang berkontribusi pada penyesuaian osmotik dan merupakan respon
terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988).
Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai
kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran
dan kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam
organel-organel atau dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada
permukaan daun akan membantu mempertahankan konsentrasi garam yang konstan dalam
jaringan tanaman. Beberapa tanaman halofita yang mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar garam pada permukaan daun dan menyerap air secara higroskopis dari
atmosfir. Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengambangkan struktur
yang disebut glandula garam (salt glands) dari daun dan batang. Spesies
mangrove biasanya mampu menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian
mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus
pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki kelenjar garam di daun
yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl- (Salisbury
and Ross, 1995).
3.
Integritas
membran
Sistem membran semi permeabel yang membungkus sel, organel dankompartemen-kompartemen adalah struktur yang paling penting untuk mengatur
kadar ion dalam sel. Lapisan terluar membran sel atau plasmolema memisahkan
sitoplasma dan komponen metaboliknya dari larutan tanah salin yang secara
kimiawi tidak cocok. Membran semi permeabel ini berfungsi menghalangi difusi
bebas garam ke dalam sel tanaman, dan memberi kesempatan untuk berlangsungnya
penyerapan aktif atas unsur-unsur hara essensial. Membran lainnya mengatur
transpor ion dan solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau
organel-organel sel lainnya termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolema yang
berhadapan langsung dengan tanah merupakan membran yang pertama kali menderita
akibat pengaruh salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif membran ini
menjadi unsur penting lainnya dalam toleransi terhadap garam (Harjadi dan Yahya,
1988).
Diamin putresin, polyamine spermidin dan spermin merupakan molekul kation
organic sederhana yang berperan dalam berbagai proses fisiologis dan
perkembangan makhluk hidup. Peran yang utama pada tumbuhan termasuk pengaturan
pembelahan sel, rhizogenesis, embryogenesis, senescense, perkembangan bunga dan
pematangan buah. Penelitian terkini menunjukan bahwa putresin mampu mengurangi
akumulasi Na+ pada akar tanaman, sehingga berperan penting dalam
mendukung ketahanan terhadap stress garam, di sisi lain stress garam justru
memberikan umpan balik positif terhadap proporsi putresin terkonjugasi pada
tanaman halophyta namun berakibat sebaliknya pada tanaman glycophyta. Mekanisme
ini menjelaskan bagaimana suatu tanaman mampu bertahan dalam keadaan stress garam
tinggi (Quinet et al., 2010).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Faktor
internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi hormon, enzim dan
keadaan sel-sel tanaman tersebut. Faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi
suhu, air, tekanan dan cekaman dari luar.
2.
Kondisi lingkungan yang ektrim dapat menyebabkan penurunan
jumlah daun, luas daun, berat basah dan berat kering tanaman, tinggi tanaman,
rasio pertumbuhan panjang sel, kandungan klorofil daun, dan munculnya kristal
garam pada daun.
3.
Besarnya
kandungan garam dalam media tanam yang masih toleran untuk tumbuh adalah
berkisar 10-20 mmol.
4.
Cekaman
garam tinggi dapat mempengaruhi perubahan fisiologi tanaman meliputi osmoregulasi
(pengaturan potensial osmose), kompartementasi dan sekresi garam, dan
integritas membran.
B.
Saran
Praktikum fisiologi tumbuhan untuk kedepannya semoga bisa
lebih baik lagi dan diperbanyak waktu
untuk mengerjakan laporannya, garam NaCl sebaiknya disimpan di green
house sehingga larutan tidak tercecer kemana-mana.
0 Response to "FISIOLOGI TANAMAN TOMAT"
Post a Comment