.
.
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
- Pegertian Ilmu
Kenegaraan
Jika ditinjau dari segi istilah, maka istilah
Ilmu Kenegaraan (Staatswetenschap/General
Sate Science) merupakan istilah yang tertua
disamping Ilmu Negara (Staats Leer)
dan Ilmu Politik (Wetenschap der Politiek).
Pengertian
istilah staatswetenschap bukanlah
ilmu kenegaraan yang ditinjau dari sudut hukum saja, tetapi juga dari sudut
ekonomi sebagai akibat dari pengaruh merkantilisme.
Merkantilisme
adalah politik ekonomi di Eropa Barat
yang menyamakan uang dengan kekayaan, berusaha memperoleh emas,
meningkatkan hasil produksi pabrik dan ekspor, pembea-an impor dan memeras
negara jajahan.
Aliran
merkantilisme disebut juga ajaran neraca perdagangan karena berusaha untuk
membuat neraca perdagangan lebih aktif, artinya
volume ekspor harus lebih besar dari impor sehingga mendapatkan
keuntungan.
- Pengertian Ilmu Negara
Istilah
Ilmu Negara berasal dari bahasa Belanda,
Staatsleer yang diambil dari istilah
bahasa Jerman Staatslehre. Dalam
bahasa Inggris disebut The General Theory
of State atau Political Theory.
Istilah
Ilmu Negara pertama kali diperkenalkan oleh George Jellinek yang disebut
sebagai Bapak Ilmu Negara. George Jellinek memandang ilmu negara sebagai suatu
keseluruhan dan membaginya ke dalam bagian-bagian yang berhubungan satu sama
lain.
Di Indonesia, universitas yang pertama
kali menggunakan istilah Ilmu Negara adalah Universitas Gadjah Mada –
Yogyakarta.
Menurut
Kranenburg, Ilmu Negara adalah ilmu tentang negara, dimana diadakan penyelidikan
tentang sifat hakekat, struktur, bentuk, asal mula, ciri-ciri serta seluruh persoalan di sekitar negara.
Selanjutnya,
Kranenburg berpendapat bahwa Ilmu Negara merupakan cabang penyelidikan ilmiah yang masih muda walaupun menurut sifat dan hakekatnya merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang tua karena
sebenarnya Ilmu Negara sudah dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan sejak zaman Yunani Kuno.
Ilmu
negara adalah ilmu yang menyelidiki
pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara dan hukum
negara pada umumnya. Pengertian
menitik beratkan pada suatu pengetahuan,
sedangkan sendi menitik beratkan pada suatu asas atau kebenaran.
Ilmu negara mempelajari negara
secara umum, mengenai asal-usulnya, wujudnya, lenyapnya, perkembangannya dan
jenis-jenisnya.
Selain itu, Prof. M. Nasroen,
SH, menyatakan bahwa Ilmu Negara Umum adalah suatu ilmu pengetahuan tertentu. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, maka Ilmu
Negara Umum akan mencari dan menetapkan
suatu ketentuan dan kebenaran terhadap pokok penyelidikannya, yaitu negara.
Jadi, Ilmu Negara Umum harus menjawab pertanyaan mengenai negara.
B. OBJEK ILMU NEGARA
Menurut
Kranenburg, obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara, dimana dalam ilmu
negara diselidiki asal mula, sifat, hakekat dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan negara. Ilmu Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada pengertian negara secara umum.
Prof. M. Nasroen SH, dalam hal ini
sependapat dengan Kranenburg, menurutnya,
sebab wujud dari Ilmu Negara Umum adalah menyelidiki dan menetapkan asal mula, inti sari dan wujud negara pada
umumnya.
Obyek penyelidikan ilmu negara
adalah negara secara umum, sehingga ia sering disebut sebagai ilmu negara umum.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruang
lingkup serta obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara dalam pengertian
abstrak, terlepas dari waktu dan tempat, bukan
suatu negara tertentu yang secara
positif ada pada suatu waktu dan tempat tertentu. Ilmu Negara menyelidiki pengertian-pengertian pokok (grondbegrippen) dan sendi-sendi pokok (grondbeginselen) dari negara yang berlaku untuk dan terdapat
pada setiap negara.
1.
Negara
Negara berasal dari bahasa latin, status atau statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Hasil Konvensi Montevideo Tahun 1993
menyatakan,bahwa : Negara sebagai pribadi hukum internasional seharusnya
memiliki kualifikasi sebagai berikut :
a.
Penduduk yang menetap.
b.
Wilayah tertentu
c.
Suatu pemerintahan
d. Kemampuan untuk berhubungan dengan negara-negara
lain.
Negara adalah suatu
wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya, baik militer, politik, ekonomi
maupun sosial budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara adalah
pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama
karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang.
Fenwick mengatakan
bahwa negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap,
yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah
tertentu suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat
bertindak sebagai badan yang merdeka di muka dunia.
Jika ditinjau dari
sudut pandang sosiologi, negara adalah
kelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh
perasaaan senasib dan seperjuangan.
Membicarakan negara berarti membicarakan masyarakat dan manusia.
Untuk dapat menjadi
suatu negara maka ada beberapa syarat atau unsur yang harus dipenuhi, yaitu :
a.
Rakyat
Rakyat yaitu
sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini.
Oppenheim –
Lauterpacht berpendapat bahwa rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis
kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka berasal
dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan, memiliki
warna kulit yang berlainan.
Selain itu, para
ahli yang lain berpendapat bahwa ide atau cita-cita untuk bersatu merupakan
sesuatu hal yang sangat penting untuk dapat membentuk suatu bangsa yang akan
hidup dalam suatu negara. Oleh karena
itu, rakyat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu merupakan unsur yang sangat
penting bagi negara.
Dahulu orang
berpendapat bahwa suatu bangsa hanya dapat dibentuk oleh suatu masyarakat yang
berasal dari satu keturunan, satu bahasa dan satu adat istiadat, namun pendapat
ini tidak dapat dipertahankan karena tidak terbukti kebenarannya. Misalnya : bangsa Indonesia, Swiss, USA dll
terdiri dari masyarakat yang memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda.
b. Wilayah tertentu tempat negara itu berada
Antara wilayah satu
negara dengan wilayah negara yang lain dibatasi oleh batas tertentu.
Batas daerah suatu
negara dapat terjadi dengan dua cara, yaitu :
1) Terjadi secara alamiah (dibatasi oleh gunung, sungai dll).
2) Ditentukan dengan mengadakan perjanjian
dengan negara lain yang berbatasan langsung dengan negara tersebut.
Dalam
traktat/perjanjian internasional yang diadakan di Paris pada tahun 1919
ditetapkan bahwa udara di atas tanah suatu negara, termasuk wilayah negara
tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa yang termasuk daerah suatu negara adalan :
1)
Daratan
2)
Lautan. Pada umumnya, lebar laut teritorial adalah 3
mil (5,5 km) yang dihitung dari garis pasang surut atau garis lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar suatu kepulauan.
3) Udara di atas teritorium daratan dan
lautan tersebut.
Menempuh atau
melintasi wilayah negara asing tanpa ijin dari negara yang bersangkutan
dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan negara tersebut dan tindakan
tersebut dapat ditindak secara hukum oleh negara yang bersangkutan.
c.
Pemerintahan yang berdaulat
Pemerintah
adalah orang atau beberapa orang yang memerintah menurut hukum negaranya.
Utrecht
berpendapat bahwa istilah pemerintah meliputi 3 pengertian yang berbeda, yaitu
:
1)
Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan
yang berkuasa memerintah, dalam arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua
badan-bnadan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesehajahteraan umum
yang meliputi eksekutif, yudikatif, legislatif.
2)
Pemerintah sebagai gabungan dari badan-badan kenegaraan
yang tertinggi yang berkuasa memerintah
di suatu wilayah negara, misalnya : Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung
(Malaysia).
3) Pemerintah dalam arti kepala negara
(presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif
yang umumnya disebut dengan Dewan Menteri atau Kabinet.
Kedaulatan adalah kekuasaan yang
tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak
berada di bawah kekuasaan yang lain.
Pemerintah
yang berdaulat berarti :
1)
Ke dalam,
pemerintah tersebut ditaati oleh rakyatnya, dapat melaksanakan recthsorde (ketertiban hukum) dalam negara sehingga
kesejahteraan rakyat terjamin.
2)
Ke luar,
pemerintah negara tersebut mampu mempertahankan kemerdekaannya terhadap
serangan dari pihak lain.
Hal
lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh
warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah
tempat negara itu berada.
d.
Pengakuan dari negara lain
Unsur ini bukan
merupakan unsur atau syarat mutlak terjadinya negara karena unsur ini bukan
merupakan unsur pembentuk bagi negara tetapi hanya bersifat menerangkan saja
tentang adanya negara.
Tanpa pengakuan
dari negara lain, suatu negara dapat berdiri. Misalnya :
1)
Amerika Serikat memproklamirkan kemerdekaannya pada
tahun 1776, walaupun Inggris baru mengakuinya pada tahun 1873.
2)
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945,
Belanda baru mengumumkan pengakuannya pada tahun 1949.
Berkaitan dengan
pengakuan dari negara lain, di kalangan ahli hukum internasional terdapat dua
teori yang bertentangan, yaitu :
1) Declaratory Theory/Evidentiary Theory
(Teori Deklaratif)
golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa apabila
semua unsur-unsur negara dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka otomatis
ia merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sebagai negara oleh negara
lain.
Dengan kata lain, hukum internasional secara ipso facto harus menganggap masyarakat politik yang bersangkutan sebagai
suatu negara dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya melekat
padanya. Pengakuan hanya bersifat
‘pencatatan’ dari negara-negara lain bahwa negara baru tersebut telah ada.
2) Constitutive Theory (Teori Konstitutif)
Golongan yang
menganut teori ini menyatakan bahwa
walaupun unsur-unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat
politik, namun ia tidak secara otomatis
diterima sebagai suatu negara di antara masyarakat internasional. Jika ada pernyataan dari negara-negara lain
yang mengakui masyarakat politik tersebut sebagai suatu negara barulah
masyrakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi semua syarat sebagai
suatu negara dan dapat menikmati hak-haknya sebagai suatu negara baru.
Unsur rakyat,
wilayah dan pemerintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif, sedangkan
pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif.
Selain itu, Wright
juga mengemukakan syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh suatu negara, yaitu :
a. Daerah dengan batas-batas yang ditentukan
secara tegas dengan prospek yang wajar untuk mempertahankannya.
b. Kekuasaan dengan kemampuan de facto untuk memerintah daerah tersebut.
c. Undang-undang atau lembaga-lembaga yang dapat memberikan
perlindungan yang layak kepada orang asing, golongan minoritas dan dapat
menjamin ukuran keadilan yang patut diantara seluruh penduduk.
d. Pendapat umum dengan lembaga-lembaga yang
menyalurkannya yang memberikan petunjuk yang layak mengenai keinginan untuk
merdeka dan jaminan yang wajar bahwa
syarat-syarat yang terpenting yang dikemukakan di atas mempunyai sifat
yang tetap.
Keberadaan negara,seperti organisasi secara umum, adalah untuk
memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya.
Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai
Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat
sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama,
maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada
suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi
di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern
negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan
bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan
negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan
negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi
pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar
adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi
seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam
kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan
yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan
harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang
merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun
untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyatakat, semua
kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam
proses pembentukan Undang Undang haruslah dilakuakan secara demokratis, yakni
menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan
mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang
mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang
yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
Negara terkecil di
dunia adalah Vatikan dengan luas 0,04 km2 kemudian diikuti oleh Monako seluas
1,95 km2, Nauru seluas 21 km2, Tuvalu seluas 26 km2 dan San Marino seluas 61
km2.
- Pengertian Negara Menurut Pendapat Para Ahli
a. George Jellinek : Negara adalah organisasi
kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
b. Logemann : Negara adalah suatu organisasi
kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan suatu masyarakat.
c. George Wilhelm Friedrich Hegel : Negara
merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan
individual dan kemerdekaan universal
d. Krannenburg : Negara adalah suatu
organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya
sendiri.
e. Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau
wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama
masyarakat.
f. Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau
kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
g. Prof. Mr. Soenarko : Negara ialah
organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara
berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
C.
RUANG LINGKUP ILMU NEGARA
Ilmu
Negara sebagai suatu pengetahuan telah dikenal sejak zaman Yunani Purba. Ilmu
Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada negara sebagai organisasi dalam
pengertian umum.
Georg Jellinek melihat Ilmu Negara dari dua sisi,
yaitu :
1. Sisi Tinjauan Sosiologis, terdiri
dari :
a. Teori Sifat Hakekat Negara
b. Teori Pembenaran Hukum Negara
c. Teori Terjadinya Negara
d. Teori Tipe-tipe Negara
2. Sisi Tinjauan Yuridis
a. Teori Bentuk Negara dan Bentuk
Pemerintahan
b. Teori Kedaulutan
c. Teori Unsur-unsur Negara
d. Teori Fungsi Negara
e. Teori konstitusi
f. Teori Lembaga Perwakilan
g. Teori Sendi-sendi Pemerintahan
h. Teori Alat-alat Perlengkapan Negara
i.
Teori
Kerjasama antar Negara
D.
HUBUNGAN ILMU NEGARA DENGAN ILMU LAIN
Suatu
ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Tidak
mungkin suatu ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa berhubungan atau
dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Ilmu Negara merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial seperti halnya
Politik, Hukum, Kebudayaan dll. Semua Ilmu Pengetahuan pada akhirnya akan
berinduk pada ilmu pengetahuan induk (mater scientarium) yaitu filsafat. Oleh karena
itu Ilmu Negara juga tidak dapat berdiri
sendiri dan harus bekerja sama dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Selain memiliki hubungan yang bersifat umum dengan
ilmu pengetahuan lainnya, maka Ilmu Negara juga memiliki hubungan yang bersifat
khusus dengan ilmu pengetahuan sosial
tertentu yang memiliki obyek penelitian yang sama, yaitu negara. Dalam
hal ini maka Ilmu Negara memiliki
hubungan yang khusus dengan Ilmu Politik, Ilmu Hukum Tata Negara, Ilmu
Perbandingan Hukum Tata Negara
- Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum
Hubungan antara ilmu negara dengan hukum
sebenarnya agak sederhana dalam Teori Kedaulatan Negara. Hukum merupakan
kemauan negara yang telah dinyatakan. Negara memiliki wewenang untuk
memerintah, yaitu memaksakan kemauannya
kepada orang lain secara tidak terbatas, seperti yang dikemukakan oleh
Jellineck bahwa negara mempunyai kekuasaan untuk memerintah. Hanya negara yang
mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
dengan tiada bersyarat kemauannya kepada yang lain. Negara adalah bentuk ikatan manusia-manusia
yang tinggal di dalamnya yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memerintah.
- Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu
Politik
Politik secara etimologis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu polis. Polis adalah kota yang dianggap negara yang terdapat
dalam kebudayaan Yunani kuno. Jean Bodin adalah orang pertama yang menggunakan
istilah ilmu politik.
Ilmu Negara merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang bersifat teoritis dan seluruh hasil penyelidikan yang
telah dilakukan oleh Ilmu Negara dipraktekkan oleh Ilmu Politik yang merupakan
ilmu pengetahuan sosial yang bersifat praktis.
Ilmu Negara lebih menitikberatkan
pada kepada hal-hal yang bersifat
teoritis oleh karena itu kurang dinamis.
Ilmu Negara lebih memperhatikan unsur-unsur
statis dari negara yang mempunyai tugas utama untuk melengkapi dan memberikan
pengertian-pengertian pokok yang jelas tentang negara.
Sebaliknya, Ilmu Politik
menitikberatkan pada faktor-faktor yang konkret yang terutama terpusat
pada gejala kekuasaan, baik yang
mengenai organisasi negara maupun yang
mempengaruhi tugas-tugas negara. Oleh karena itu Ilmu Politik bersifat lebih dinamis dibandingkan Ilmu
Negara.
- Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara pada dasarnya
adalah peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas
sampai bawah, stsruktur, tugas dan
wewenang alat perlengkapan negara,hubungan antar alat perlengkapan
tersebut secara hirarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga
negara serta hak asasinya.
Hubungan Tata Negara dengan Ilmu
Negara dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a. Segi Sifat
Hukum Tata Negara merupakan
ilmu pengetahuan yang bersifat praktis, sehingga dapat diterapkan langsung.
Sedangkan Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis sehingga tidak dapat digunakan secara langsung.
b. Segi Manfaat
Ilmu negara tidak
mementingkan bagaimana caranya suatu hukum itu harus dilaksanakan, oleh
karena itu ilmu negara lebih mementingkan negara secara teoritis sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum administrasi
Negara lebih mementingkan segi
prakteknya.
Selain itu, para ahli juga ada yang
menyampaikan pendapat mereka mengenai hubungan antara HTN dengan Ilmu Negara,
diantaranya adalah :
a.
Dasril
Radjab
a menyimpulkan bahwa ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok
dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum bagi Hukum Tata Negara. Oleh
karena itu untuk dapat mengerti Hukum Tata Negara harus terlebih dahulu
memiliki pengetahuan secara umum tentang negara (Ilmu Negara). Dengan demikian,
Ilmu Negara dapat memberikan dasar-dasar
teoritis untuk Hukum Tata Negara positif
dan Hukum Tata Negara merupakan penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan
teoritis dari Ilmu Negara.
b.
Jellinek
Berdasarkan sistematika
Jellinek maka jelaslah hubungan antara HTN dengan ilmu negara, yaitu keduanya merupakan
bagian dari staatswissenschaft dalam arti luas.
- Hubungan Ilmu Negara dengan
Perbandingan Hukum Tata Negara
Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
bertugas untuk menganalisis secara teratur, menetapkan secara sistematis
mengenai sifat-sifat yang melekat pada negara, faktor-faktor yang menimbulkan,
mengubah atau menghilangkan suatu negara dll.
Selain itu, Ilmu Perbandingan Hukum
Tata Negara juga bertugas untuk mengadakan perbandingan antara negara-negara,
menyelidiki dan menetapkan bagian-bagian atau unsur-unsur, sifat-sifat, corak
umum dari negara yang merupakan genus suatu
bangsa.
Hasil penyelidikan dari ilmu negara
yang bersifat umum akan menjadi dasar
bagi penyelidikan Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara selanjutnya yang akan
menerangkan, menjelaskan dan membandingkan
antara negara yang satu dengan
yang lainnya.
E.
SISTEMATIKA ILMU NEGARA
Georg
Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre menciptakan suatu
sistematis yang lengkap dan teratur dari Ilmu Negara. Menurut Jellinek, Ilmu
Kenegaraan (Staatswissenschaft) dapat
dibedakan dalam dua : yaitu :
1. Staatswissenschaft
dalam arti sempit
Yaitu ilmu pengetahuan
mengenai negara dimana titik berat pembahasannya terletak pada negara sebagai objeknya.
Staatswissenschaft dalam
arti sempit dapat dibedakan lagi ke dalam :
- Beschreibende staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai statenkunde
Yaitu ilmu pengetahuan
mengenai negara yang melukiskan negara dari segi masyarakat/penduduk,alam,flora
dan fauna.
- Theoritische staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai Ilmu
Negara (Staatsleer)
Ilmu pengetahuan mengenai
negara yang menganalisa dan mengolah
bahan-bahan dari Beschreibende
staatswissenschaft untuk kemudian disusun dalam suatu sistematika serta
melengkapinya dengan sendi-sendi pokok
dan pengertian pokok dari negara.
Theoritische staatswissenschaft dapat dibagi lagi ke dalam :
1) Allgemeine
staatslehre
Yaitu ilmu negara umum yang
membahas teori-teori tentang negara yang berlaku umum terhadap semua negara.
Jellinek membahas Ilmu Negara
Umum dengan menggunakan Teori Dua Segi atau zweiseiten
theori. Berdasarkan teori tersebut maka Jellinek membedakan lagi Allgemeine Staatslehre dalam :
a) Allgemeine
soziale staatslehre
(peninjauan dari sudut sosiologis).
Melakukan peninjauan dari segi
sosiologis. Yang termasuk ke dalam Allgemeine
Soziale adalah :
§ Teori mengenai sifat hakekat negara
§ Teori mengenai pembenaran hukum atau
penghalalan negara
§ Teori mengenai terjadinya hukum negara
§ Teori mengenai tujuan negara
§ Teori mengenai penggolongan tipe-tipe
negara dll.
b) Allgemeine
staatsrechtslehre (peninjauan dari sudut yuridis). Termasuk di dalamnya adalah :
§ Teori mengenai bentuk negara dan bentuk
pemerintahan
§ Teori mengenai kedaulatan negara.
§ Teori mengenai unsur negara
§ Teori mengenai fungsi negara
§ Teori mengenai konstitusi negara.
§ Teori mengenai lembaga perwakilan
§ Teori mengenai alat-alat perlengkapan negara
§ Teori mengenai sendi-sendi pemerintahan
§ Teori mengenai kerjasama antar negara
2) Besondere Staatslehre
Yaitu ilmu negara khusus yang
membahas teori-teori tentang negara yang hanya berlaku pada suatu negara
tertentu.
c. Praktische
staatswissenschaft atau
lebih dikenal dengan politiek
Yaitu ilmu pengetahuan
mengenai negara yang menguraikan tentang
tata cara mempraktekkan teori-teori ilmu negara.
Ilmu Politik dalam sistematika Jellinek mempunyai arti
yang berbeda dengan Political Science yang
dikenal di negara-negara Anglo Saxon.
Di negara-negara Anglo Saxon,
ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sedangkan di
negara-negara Eropa Kontinental, ilmu politik tidak berdiri sendiri tetapi
berkaitan erat dengan staatswissenschaft.
Pelaksanaan ilmu politik merupakan hasil penyelidikan dari theoritical science.
Negara-negara Eropa
Kontinental adalah negara-negara di daratan Eropa kecuali Inggris. Sedangkan negara-negara Anglo Saxon adalah
Inggris dan daerah jajahannya.
2. Rechtswissenschaft
Yaitu ilmu pengetahuan
mengenai negara yang titik berat pembahasannya terletak pada segi yuridis/hukum
dari suatu negara.
Rechtwissenschaft terdiri
dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara dan
Hukum Antar Negara.
F. ILMU NEGARA KHUSUS REPUBLIK INDONESIA
Dalam
klasifikasi Jellineck, ilmu negara umum (algemeine
staatsleer) bersifat teoritis, abstrak dan universal, sedangkan ilmu negara
khusus lebih dekat kepada realitas ketatanegaraan suatu negara.
Ilmu
negara khusus adalah ilmu negara teoritis yang khusus berlaku hanya untuk satu
negara tertentu saja. Melalui pendekatan deduktif, ilmu negara khusus menjangkau
permulaan dari HTN positif sehingga ada hubungan antara ilmu negara umum dan HTN positif.
Menurut
Padmo Wahyono, teori ilmu negara umum yang bersifat universal merupakan hasil perbandingan dari teori-teori ilmu
negara khusus dengan menghilangkan sifat-sifat khusus yang akan diperoleh suatu
abstraksi universal. Ilmu negara khusus merupakan embrio dari HTN positif. Ilmu
negara khusus merupakan komplementer (pelengkap) bagi ilmu negara umum.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NEGARA
Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil
pemikiran manusia dan manusia mempunyai kebebasan untuk menyatakan
pemikirannya. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai lambang utama dari kemajuan.
A.
ZAMAN YUNANI PURBA
Pengetahuan dan penyelidikan tentang negara mulai
ada sejak zaman Yunani Purba. Bangsa Yunani memang dikenal sebagai bangsa yang
pertama kali memiliki peradaban yang sangat tinggi. Sejak Yunani Purba mengenal
pemerintahan yang demokratis, setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya.
Saat
itu, negara masih bersifat polis-polis
atau the Greek State. Keberadaan polis pada awalnya merupakan suatu
tempat di puncak bukit dimana orang-orang mendirikan rumah dan tempat tersebut kemudian dikelilingi
dengan tembok untuk menjaga penduduknya
terhadap serangan musuh dari luar.
Polis
merupakan organisasi yang tertinggi. Polis tidak hanya mengatur hubungan antar
organisasi yang ada dalam polis, tetapi juga mengatur kehidupan pribadi
warganya. Oleh karena polis identik dengan masyarakat negara atau negara maka
polis merupakan negara kota (standstaat/citystate).
Pemerintahan di dalam polis
merupakan demokrasi langsung (directe
democratie/direct democracy/klassieke democratie) dimana rakyat dalam polis
ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintah (direct government by all the people). Hal ini dapat terjadi karena
dua alasan, yaitu :
1. Pengertian kota identik dengan negara
dengan wilayah yang sangat terbatas.
2. Jumlah penduduk masih sangat sedikit.
Oleh karena itu, salah satu ciri
dari demokrasi adalah turut sertanya rakyat dalam pemerintahan dan turut
sertanya rakyat secara langsung berasal dari zaman Yunani Purba. Dengan turut
serta secara langsung dalam pemerintahan berarti rakyat melakukan pengawasan
terhadap jalannya pemerintahan. Pada saat itu, yang disebut ”rakayt” adalah
warga kota (citizen) yang merupakan
sebagian kecil dari penduduk Athena.
Menurut Mac Iver, dalam
bukunya The Web of Government, citizen adalah
city dwellers yang berada di daerah
Athena. Sedangkan pengawasan rakyat dijalankan dengan
musyawarah rakyat (Yunani : ecleseia,
Romawi : cometia).
Pada zaman Yunani Purba terdapat
beberapa filsuf yang pemikirannya banyak mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan
di dunia saat ini, diantaranya adalah :
2.
Socarates ( ± 470 – 399 AD)
Kemenangan bangsa Yunani terhadap Persia
meninggikan martabat dan menimbulkan perasaan bangga pada diri bangsa Yunani.
Disamping itu, bangsa Yunani mulai
menikmati kemakmuran yang dihasilkan dari perdagangan. Namun, para pejabat
negara Yunani mulai melupakan tugas mereka, bertindak sewenang-wenang, korupsi
dan tindakan-tindakan lainnya yang dirasakan oleh warga negaranya sebagai
tindakan yang sangat tidak adil.
Pada saat itu banyak bermunculan filsuf dari luar negeri terutama dari
Asia kecil yang datang ke Yunani untuk
menjual ilmunya. Mereka termasuk ke dalam golongan kaum Sophis, dan aliran mereka disebut Sophisme. Sophis berasal dari kata sofia/sophia yang artinya bijaksana/kebijaksanaan. Namun, tindakan
kaum Sophis sangat tidak bijaksana
karena mereka menyebarkan dan menganjurkan paham mengenai hukum, keadilan serta
negara yang bersifat merusak masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh
Thrasymachus bahwa keadilan merupakan keuntungan atau apa yang berguna daripada
yang lebih kuat.
Dalam keadaan demikan, munculah
Socrates dengan metode dialektis/tanya jawab (dialog) yang mencoba
mencari pengertian-pengertian tertentu, dasar hukum dan keadilan
objektif yang dapat diterapkan kepada setiap
orang. Menurut Socrates, dalam hati kecil setiap manusia terdapat hukum dan keadilan sejati sebab setiap
manusia adalah bagian dari nur/cahaya Tuhan.
Walaupun seringkali tertutup oleh sifat-sifat buruk namun rasa hukum dan keadilan sejati dalam
hati kecil manusia tetap ada. Hal ini dapat dipahami sebab dalam ajaran agama
Islam dikatakan bahwa Allah meniupkan ruhnya kepada manusia, berarti dalam diri
manusia ada sebagian kecil ruh Allah. Dalam agama Katolikpun dikatakan bahwa
manusia adalah anak Allah dan mempunyai dimensi Ilahi. Oleh karena itu dalam
diri setiap manusia pasti ada unsur
kebaikan.
Selanjutnya, Socrates berpendapat
bahwa negara bukanlah organisasi yang
dibuat untuk kepentingan pribadi. Negara adalah suatu susunan yang objektif
bersandarkan kepada sifat hakikat manusia dan bertugas untuk melaksanakan hukum
yang objektif yang memuat keadilan bagi masyarakat umum. Oleh karena itu negara harus berdasarkan
keadilan sejati agar manusia mendapatkan ketenangan.
Namun, ajaran Socrates dianggap
membahayakan negara dan Socrates
dijatuhi hukuman mati dengan diperintahkan untuk meminum racun.
3.
Plato ( 429 – 347 AD)
Plato merupakan murid Socrates dan
mendirikan sekolah mengenai ilmu filsafat yaitu Academia. Berbeda dengan Socrates, Plato meninggalkan beberapa
buku, termasuk buku yang berisi tanya
jawabnya dengan Socrates. Buku karangan Plato yang terpenting adalah :
a.
Politeia (The Republic) tentang Negara
b.
Politicos ( The Stateman) tentang ahli Negara
Dalam Politikos
dibedakan antara penguasa dengan ahli
Negara. Ahli Negara yang sejati harus menjalankan pendidikan ke arah
kebijaksanaan, keadilan dan berpendirian sesuai dengan Politeia.
c.
Nomoi (The Law) mengenai undang-undang.
Buku karangan Plato lainnya adalah :
a. Gorgias
mengenai kebahagiaan
b. Sophist mengenai
hakikat pengetahuan
c. Phaedo mengenai keabadian jiwa
d. Phaedrus
mengenai cinta kasih.
e.
Protogoras
mengenai hakikat kebajikan.
Plato meneruskan ajaran Socrates.
Dalam ajaran tunggalnya, yaitu Politeia digambarkan adanya suatu negara
sempurna (ideale staat). Oleh karena itu ajaran Plato disebut
Idealisme. Menurut ajara Plato, dunia
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Dunia cita yang bersifat immateriil ® idea atau kenyataan sejati berada di alam cita yang berada di luar ’dunia palsu’.
b. Dunia alam yang bersifat maeriil ®
dunia fana yang bersifat palsu.
Dunia cita bersifat sempurna dan
sejati, sedangkan dunia alam bersifat palsu dan tidak sempurna oleh karena itu apa yang ada di dunia alam
harus diusahakan mendekati bentuk yang sempurna yang ada dalam dunia cita.
Pandangan Plato bersifat normatief
karena ia menghendaki bangunan di dunia alam sama dengan dunia cita.
Berkaitan dengan dunia cita, maka
cita-cita mutlak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Logika atau cita kebenaran (idee der waarheid)
b. Estetika (asthetica) atau cita keindahan dan kesenian (idee der schoonheid)
c. Etika (ethica)
atau cita kesusilaan
Menurut Plato, asal mula negara
adalah karena banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan manusia dan manusia tidak
mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena itu kemudian
manusia bekerja sama dan mendapat pembagian tugas sesuai kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhannya. Negara merupakan satu keluarga besar, satu kesatuan,oleh
karena itu negara harus dapat memelihara dirinya sendiri. Agar dapat memelihara
dirinya sendiri maka luas suatu negara harus diukur. Suatu negara tidak boleh
memiliki luas yang tidak diketahui.
Negara yang ada di dunia bersifat
tidak sempurna karena hanya merupakan bayangan dari negara yang sempurna (de ideale staat) yang ada dalam dunia
cita. Dunia cita merupakan bagian dari filsafat. Tujuan negara adalah untuk
mempelajari, mengetahui dan mencapai cita yang sebenarnya. Tujuan
manusia dalam negara adalah mencapai good
life (kebahagiaan, sempurna),
Untuk mewujudkan negara yang sempurna ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi. Socrates mengemukakan dua buah syarat,
kemudian Plato menambahkan satu syarat lagi. Syarat-syarat tersebut adalah :
a. Negara harus dijalankan oleh pegawai yang
terdidik khusus.
b. Pemerintahan harus dijalankan untuk
kepentingan umum.
c. Rakyat harus mencapai kesempurnaan
kesusilaan.
Selanjutnya, dalam bagian kedelapan
dari Politeia, Plato menguraikan
tentang bentuk negara, dimana negara dapat dibedakan dalam lima macam, yaitu :
a.
Aristokrasi (Aristocratie/aristocracy) ® Aristoi
≈ cerdik pandai/golongan ningrat dan Archien/cratia ≈ memerintah. Jadi, aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah cerdik pandai yang memerintah berdasarkan
keadilan. Jika ternyata kemudian
golongan tersebut memerintah demi kepentingan golongannya sendiri
Aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah kecil cerdik
pandai yang memerintah berdasarkan keadilan.
b. Oligarhi
(Oligarchie/oligarchy) ® oligos
≈ sedikit, kecil dan archien ≈
memerintah. Apabila golongan kecil itu memerintah dan memperoleh kekayaan yang berlimpah
sehingga timbul hak-hak milik pribadi, maka lahirlah timokrasi.
c. Timokrasi
(timocratie/timocraty) ® berasal dari kata plutos (kekayaan) dan criteria (memerintah)
d. Demokrasi
(democratie/democracy) ® berasal dari kata demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jika rakyat salah dalam menggunakan hak dan
kemerdekaannya maka hal tersebut akan melahirkan apa yang disebut anarki (anarchie). Anarki berasal dari kata a artinya tidak dan archien artinya
memerintah. Jadi, tanpa ada pmerintahan
maka keadaan akan kacau balau (chaos).
Keadaan ini memerlukan seorang pemimpin
yang dapat bertindak dengan keras dan tegas dan hal ini melahirkan tirani.
e. Tirani
(tyranie/tyrany) ® yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran yang bertindak
sewenang-wenang sehingga sangat jauh dari cita-cita tentang keadilan.
Menurut Plato, timbulnya masyarakat
adalah karena saling membutuhkan, oleh karena itu masyarakat saling bertukar
jasa. Masyarakat adalah susunan manusia dimana setiap anggota harus memberi dan
menerima. Negara harus memperhatikan pertukaran timbal balik tersebut dan harus
berusaha sebaik-baiknya. Dalam sistem
ini, manusia bertindak sebagai penyelenggara berbagai macam tugas yang
diperlukan dan harga mereka bagi masyarakat tergantung dari nilai pekerjaan
yang mereka lakukan. Yang terpenting
bagi setiap individu adalah suatu kedudukan yang memungkinkan mereka
untuk berbuat sesuatu.
Pertukaran jasa menimbulkan asas
pembagian kerja dan pengkhususan tugas yaitu diferensiasi kerja dan
spesialisasi. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, oleh karena itu
pekerjaannya disesuaikan dengan bakat yang dimilikinya.
Keadilan sosial menurut Plato adalah suatu prinsip dari suatu masyarakat
yang terdiri dari manusia yang
berbeda-beda yang bersatu karena saling membutuhkan dimana setiap orang harus
melakukan pekerjaannya dan menerima apa yang menjadi haknya. Pembagian kerja dan spesialisasi tugas di
lapangan merupakan syarat bagi kerjasama dalam masyarakat.
Berdasarkan pokok-pokok teorinya
dapat diketahui dasar alasan Plato mengemukakan negara utopia tentang asal usul
negara. Berkaitan dengan asal mula negara maka dapat ditarik garis paralel
antara sifat negara dengan sifat manusia yang menimbulkan tiga macam sifat
yaitu kebenaran, keberanian dan kebutuhan. Hal ini pada akhirnya
menimbulkan tiga kelas dalam negara utopia
(ideal-etis), yaitu :
a. The
Rulers (penguasa) ® yaitu golongan pegawai yang terdidik
khusus yang merupakan pemimpin negara yang mengusahakan tercapainya
kesempurnaan. Para penguasa disebut juga Philosopher
King. Oleh karena itu menurut Plato, negara harus dipimpin oleh orang yang
bijaksana.
b. The
Guardians (pengawal
negara) ®
yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan keselamatan negara.
c. The
Artisan (para pekerja) ®
yaitu mereka yang menjamin tersedianya makanan bagi golongan penguasa dan pengawal negara.
Berkaitan dengan asal-usul negara,
menurut Plato, negara tumbuh dibaginya atas berbagai taraf, yaitu :
a. Plato berpendapat bahwa manusia tidak
dapat hidup sendiri, untuk hidup manusia memerlukan bantuan dari mahluk lain.
b. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri
maka manusia berkumpul untuk merundingkan cara untuk memperoleh bahan-bahan
primer (sandang,pangan dan papan). Kemudian terjadilah pembagian pekerjaan
dimana setiap orang harus menghasilkan sesuatu lebih dari yang diperlukan
sendiri untuk kemudian ditukarkan dengan orang lain. Hal in imenimbulkan
berdirinya desa.
c. Antara desa dengan desa terjadi kerjasama
dan seterusnya sehingga kemudian terbentuk negara. Antara negara yang satu
dengan negara yang lainnya juga saling membutuhkan sehingga terjadilah hubungan
internasional.
Menurut Plato, ada
tiga masalah penting yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Harus ada an organic unity in social life.
Dalam masyarakat harus ada
satu kesatuan yang organis. Namun,
kesatuan ini sering terganggu oleh adanya dua penyakit masyarakat, yaitu
penyakit property dan family relationship. Penyakit inilah
yang seringkali menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
b. Harus ada systematic education
Stabilitas negara terletak
dalam sistem pendidikan. Watak yang baik diperoleh dengan memulai pendidikan di
masa kanak-kanak dan meneruskan pendidikan sesuai dengan taraf umur dan
jiwanya.
c. Harus ada rational basic of aristocracy government
Pemerintahan harus
dikendalikan oleh manusia-manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
4. Aristoteles (384-322 AD)
Aristoteles
adalah murid Plato. Ia seorang filsuf
yang mempunyai banyak pengaruh pada abad pertengahan. Aristoteles pernah ditugaskan oleh raja
Philippus untuk mendidik Iskandar Dzulkarnain (342AD). Pada tahun 335 AD ia
kembali ke Yunani dan mendirikan sekolah
Lyceum di Yunani.
Aristoteles melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontology) yaitu suatu cara berfikir yang
realistis dan metode penyelidikannya bersifat induktif empiris. Aristoteles
dijuluki sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris (Vader der Empirische Wetenschap).
Aristoteles
tidak membagi dunia ke dalam dua bagian seperti Plato. Ia hanya mengakui adanya satu dunia. Buku yang dikarang oleh Aristoteles berdasarkan penyelidikannya adalah :
a.
Ethica atau Nicomachean Etics
Ethica merupakan pengantar bagi politica
b.
Politica
Politica terdiri dari 8 buku,
antara lain membicarakan tentang bentuk
Negara, undang-undang, hubungan sosial
dan hal lain yang bersifat riil.
c.
Rhetorica
Dalam rhetorica, Aristoteles
berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan. Hukum mempunyai
tugas murni, yakni memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya.
Aristoteles
sependapat dengan Plato mengenai tujuan Negara. Dimana Negara bertujuan untuk :
a.
Menyelenggarakan kepentingan warga Negara
b.
Berusaha supaya warga Negara hidup baik dan
bahagia (good life) didasarkan atas
keadilan. Keadilan itu memerintah dan harus ada dalam Negara.
Berkaitan
dengan terjadinya Negara, menurut Aristoteles, manusia berbeda dengan hewan sebab hewan dapat hidup
sendiri sedangkan manusia sudah dikodratkan untuk hidup dengan manusia lain. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan manusia lain. Manusia merupakan Zoon Politicon.
Manusia
dapat hidup berbahagia di dalam dan karena Negara. Oleh karena itu manusia tidak dapat
dipisahkan dari Negara karena merupakan bagian dari Negara atau
masyarakat. Dengan demikian, negaralah
yang utama. Paham ini disebut universalism bukan collectivism.
Oleh karena
itu tujuan Negara adalah kesempurnaan
warga yang berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah dan harus menjelma di
dalam Negara. Selain itu, hukum berfungsi untuk
memberi kepada manusia setiap apa yang menjadi haknya.
Artistoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan
tertinggi, bukan orang perorangan. Aristoteles menyukai penguasa yang
memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan
warganegaranya, bukan pemerintah diktatur.
Menurut
Aristoteles, pemerintahan yang didasarkan konstitusi mengandung tiga unsur, yaitu :
a.
Pemerintahan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan perorangan atau golongan saja.
b.
Pemerintahan yang dijalankan menurut hukum, bukan sewenang-wenang.
c.
Pemerintahan
yang mendapatkan persetujuan dari warga negaranya, bukan suatu
despotisme yang hanya dipaksakan.
Selanjutnya,
menurut Aristoteles, berkaitan dengan bentuk Negara, terdapat 3 bentuk dasar,
yaitu :
a.
Bentuk cita (ideal
form) ð bentuk cita dapat terjadi jika pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan umum yang berdasarkan atas
keadilan, dan keadilan tersebut harus menjelma di dalam Negara.
Terdapat 3 macam bentuk Negara yang termasuk ke dalam bentuk cita yang
didasarkan pada ukuran kuantitatif,
yaitu mengenai jumlah orang yang memerintah, yaitu :
1)
Pemerintahan satu orang (one man rule) ð monarchi.
2)
Pemerintahan beberapa/sedikit orang (a few man rule) ð aristokrasi.
3)
Pemerintah orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan
umum (the many man or the people rule)
ð
politeia, polity atau republic.
b.
Bentuk pemerosotan (corruption
or degenerate form) ð bentuk pemerosotan dapat terjadi apabila pemerintahannya
ditujukan kepada kepentingan pribadi
dari pemegang kekuasaan, timbulnya kesewenang-wenangan dan diabaikannya
kepentingan umum dan keadilan.
Bentuk
Negara yang termasuk dalam bentuk pemerosotan juga ada 3 macam yang didasarkan
pada ukuran kualitatif yaitu berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai,
yaitu:
1)
Bila kepentingannya didasarkan pada kepentingan satu orang secara sendiri untuk
kepentingan pribadi ð tirani/despotie
2)
Bila tujuannya didasarkan pada kepentingan segolongan orang atau beberapa
orang ð oligarchi,
clique form atau plutocrasi (plutos : kekayaan, cratein/cratia : memerintah ð pemerintahan
dimana pimpinan Negara berada
di tangan segolongan orang kaya).
3)
Bila tujuannya didasarkan tidak untuk kepentingan
rakyat seluruhnya tetapi nama rakyat yang dipakai ð demokrasi.
c.
Bentuk gabungan (mixed
form) antara bentuk cita dengan
bentuk pemerosotan
Dalam
kenyataannya, bentuk Negara cita tidak pernah terlaksana, melainkan selalu
menjadi bentuk campuran. Oleh sebab itu dalam kenyataannya bentuk Negara
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Bentuk Negara campuran (mixed form)
b.
Bentuk Negara pemerosotan (corruption or degenerate form).
5. Epicurus (342-271 AD)
Pendapat
Epicurus menyimpang dari pendapat umum yang ada di Yunani saat itu. Menurut
pendapat Epicurus, masyarakat ada karena
adanya kepentingan manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat
sebagai satu kesatuan tetapi manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat. Manusia sebagai warga di dalam Negara
dimisalkan sebagai sebutir atom atau sebutir pasir, jadi bersifat atomistis,
hanya memikirkan hidup untuk diri
sendiri. Pandangan ini disebut pandangan
yang bersifat individualistis.
Berdasarkan
pandangan individualistis, Epicurus berpendapat bahwa terjadinya Negara
disebabkan karena adanya kepentingan
perorangan. Dan tujuan Negara adalah menjaga tata tertib dan keamanan dalam
masyarakat dan tidak memperdulikan macam, sifat atau bentuk Negara. Sedangkan
tujuan masyarakat adalah kepentingan pribadi.
Agar tidak timbul perselisihan diantara warga maka dibuatlah
undang-undang sebagai hasil dari suatu
perjanjian.
6. Zeno (
±
300 AD)
Zeno
merupakan pemimpin aliran filsafat Stoazijnen (stoa : jalan pasar yang bergambar/beschilderde marktgaanderij) yang hidup dalam zaman yang serba
sulit, sama dengan Epicurus. Zeno
mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya di jalan yang bergambar. Aliran stoazijnen
menimbulkan hukum alam (natuurrecht) atau hukum asasi dalam kebudayaan Yunani.
Ajaran
hukum alam membedakan alam menjadi dua
bagia, yaitu :
a.
Kodrat manusia (natuur
van de mens)
Kodrat manusia dilihat kepada sifat-sifat manusia. Yaitu kodrat yang
terletak dalam budi manusia yang
merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia, dan budi itu
bersifat tradisional.
Agama bersifat pantheistisch (pan : dimana-mana; theos :Tuhan ð Tuhan ada dimana-mana). Dengan demikian, agama
meyakini bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tuhan merupakan kodrat itu sendiri. Manusia merupakan bagian dari kodrat,
otomatis, manusia merupakan bagian dari Tuhan sehingga budi manusia merupakan
bagian dari budi Tuhan. Oleh karena Tuhan bersifat abadi maka budi Tuhan juga
bersifat abadi, budi manusiapun abadi. Hal ini mengakibatkan hukum sebagai ciptaan budi manusia juga
bersifat abadi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
hukum alam bersifat abadi, meliputi segala-galanya karena berlaku bagi setiap
orang dalam waktu, tempat dan keadaan bagaimanapun.
Manusia dilukiskan secara statis sehingga hukum bagi manusia juga tidak
mengalami perubahan. Oleh karena itu tidak ada perbedaaan antara hukum yang
berlaku sekarang (ius constitutum) dan
hukum yang akan datang (ius constituendum).
Oleh karena itu paham kenegaraan didasarkan pada sifat tersebut, yaitu cosmo
politis yang tidak mengenal perasaan kebangsaan. Negara tidak usah
berdasarkan perasaan kebangsaan, harus diusahakan suatu Negara ayang meliputi
seluruh dunia atau Negara yang merupakan Negara dunia.
b.
Kodrat benda (natuur
van de zaak)
Yaitu kodrat benda yang timbul dalam kebudayaan Yunani. Yaitu kodrat yang
mempunyai pengertian sentral kosmos, sebagai lawan dari chaos.
Menurut Socrates, Plato dan
Aristoteles, pelukisan dunia sebagai kosmos merupakan satu kesatuan yang teratur
sedangkan di dunia dalam bentuk chaos,
tidak ada paksaan terhadap suatu aturan, tidak terdapat suatu tatanan sehingga
dalam masyarakat terdapat kekacauan.
7. Polybios (204-122 AD)
Mengenai
negara, Polybios melanjutkan paham
Aristoteles. Menurut Polybios, proses
perkembangan, pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara
psikologis bertalian dengan sifat-sifat manusia menurut ajaran Aristoteles,
yaitu bahwa tidak adanya bentuk negara yang abadi disebabkan karena terkandung
benih-benih pengrusakan, seperti pemberontakan, revolusi dll.
Benih-benih
tersebut disebabkan karena sifat-sifat manusia, yaitu :
a.
Keinginan akan persamaan
Yaitu terdapatnya hasrat persamaan terhadap mereka yang merasa dirinya
sama dengan orang-oranglain .
b.
Keinginan akan perbedaan
Yaitu terdapatnya hasrat perbedaan terhadap mereka yang merasa dirinya
berbeda dengan orang lain.
B. ZAMAN ROMAWI
1.
Masa Kerajaan
Yaitu
masa koningschap atau kerajaan. Bentuk
negara adalah monarki dan dipimpin oleh seorang raja.
2.
Masa Republik
Republik
atau republiek berasal dari kata res (kepentingan) dan publica
(umum). Republik adalah pemerintahan
yang dijalankan untuk kepentingan umum.
3.
Masa Prinsipat
Masa
principat dimulai dari masa Caesar. Walaupun pada saat itu, raja-raja Romawi
belum mempunyai kewibawaan, namun pada hakekatnya mereka memerintah secara
mutlak.
Kemutlakan
ini didasarkan pada Caesarismus,
yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan
rakyat.
Kedaulatan
rakyat saat itu disalahgunakan, dimana dalam lapangan ilmu negara digunakan
konstruksi Ulpianus yang menyatakan, bahwa :
kedaulatan rakyat diberikan kepada prinsep
atau raja melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang-undang yang
disusun olehnya dan diatur dalam Lex
Regia. Jadi, landasan hukumnya adalah perjanjian yang terletak dalam
lapangan hukum perdata. Setelah
kekuasaan diberikan kepada Prinsep maka rakyat pada kenyataannya tidak dapat
meminta pertanggung jawaban atas perbuatan prinsep.
Ahli
hukum (doktoris iuris) yang
terkenal pada saat itu adalah Gajus,
Modestinus, Paulus, Papinianus dan Ulpianus.
Dalam
caesarismus dikenal semboyan yang
berbunyi :
a.
Solus publica
suprema lex (kepentingan umum mengatasi undang-undang)
b.
Princepes legibus
solutus est (Rajalah yang menentukan kepentingan umum).
Pada
dasarnya, pemerintahan untuk kepentingan umum tersebut dirumuskan dalam
undang-undang sehingga derajat kepentingan umum lebih tinggi dari
undang-undang. Namun, yang merumuskan
kepentingan umum adalah raja. Otomatis, dalam merumuskan kepentingan umum
tersebut raja bertindak demi kepentingan pribadinya.
Dengan
demikian, princep dengan berkedok kedaulatan rakyat memerintah demi kepentingan umum, sebenarnya memerintah
dengan sewenang-wenang.
Peraturan
hukum Romawi pada abad ke-6 atas
perintah Kaisar Justinianus (527-565) dikodifikasi dan dinamakan Corpus Iuris Civilis yang terdiri atas 4
bagian :
a.
Institutiones
Merupakan buku pelajaran atas lembaga-lembaga hukum Romawi dan berlaku
sebagai himpunan undang-undang.
b.
Pandectae atau Digesta
Merupakan himpunan karangan yang memuat pendapat para ahli hukum Romawi.
Jika hakim ragu-ragu mengenai putusan atas suatu hal maka putusannya harus didasarkan pada pandectae/digesta.
c.
Codex
Merupakan kumpulan undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh
raja-raja Romawi.
d.
Novallae
Merupakan himpunan tambahan dan penjelasan keterangan bagi codex.
4.
Masa Dominat
Dominat
atau dominaat adalah masa dimana kaisar secara
terang-terangan menjadi raja mutlak, bertindak menyeleweng, menginjak-injak
hukum dan kemanusiaan. Hal ini terlihat dengan adanya manusia dibakar
hidup-hidup, manusia diadu dengan manusia lain atau dengan singa (gladiator)
dan dijadikan tontonan umum, rakyat kelaparan sementara raja dan pengikutnya
berpesta pora.
C.
ZAMAN
ABAD PERTENGAHAN
1.
Agustinus
Bukunya yang terkenal ialah :
a. Civitas
Dei (Negara Tuhan)
Civitas dei merupakan kerajaan Tuhan yang abadi, tetapi
semangat keduniawian terdapat dalam Gereja Kristus sebagai wakil dari civitas dei di
dunia yang fana.
b. Civitas
Terrena (Diabolis) atau negara setan
Merupakan hasil kerja setan
atau keduniawian. Jika sudah mendapat ampunan dari Tuhan, barulah civitas terrena menjadi baik.
Civitas terrena mengabdikan
diri pada civitas dei. Oleh karena
itu dalam civitas terrena terjadi
percampuran antara agama, ilmu pengetahuan dan kesenian. Civitas
terrena merupakan persiapan menuju civitas
dei.
Imperium Romawi dapat
dimisalkan dengan civitas terrena yang tumbuh, berkembang dan akhirnya musnah
karena keserakahan. Agar jangan sampai hal tersebut terulang kembali, maka pemimpin negara harus memimpin dengan
semangat civitas dei yaitu
mempraktekkan dan menganjurkan agar agama Kristen dimasukkan ke dalam negara
seperti yang telah dijalankan oleh Konstantin Theodisius di Konstatinopel
Kesimpulannya adalah bahwa
pada waktu itu yang memegang peranan penting adalah negara, segala sesuatu
harus tunduk pada agama. Negara dipersiapkan untuk menjadi negara Tuhan.
Keberadaan negara-negara di dunia adalah untuk memberantas musuh-musuh gereja.
2.
Thomas Aquino
Thomas Aquino merupakan tokoh dari aliran
hukum alam.
Menurut sumbernya, hukum alam dapat berupa
:
a. Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional)
b. Hukum alam yang bersumber dari rasio
manusia.
Dalam buku-bukunya yang sangat terkenal, Summa Theologica dan De Regimene Principum, Thomas Aquino
membentangkan pemikiran hukum alamnya yang banyak mempengaruhi gereja dan
bahkan menjadi dasar pemikiran gereja hingga saat ini.
Thomas Aquino membagi hukum ke dalam 4
golongan hukum, yaitu :
a.
Lex Aeterna
Merupakan rasion Tuhan sendiri
yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum. Rasio ini
tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia.
b.
Lex Divina
Merupakan bagian dari rasio
Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya.
c.
Lex Naturalis
Merupakan hukum alam yaitu
yang merupakan penjelmaan dari lex
aeterna di dalam rasio manusia.
d.
Lex Positivis
Yaitu hukum yang berlaku dan
merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung dengan syarat
khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia.
Hukum positif terdiri dari
hukum positif yang dibuat oleh Tuhan, seperti yang terdapat dalam kitab suci
dan hukum positif buatan manusia.
Mengenai konsepsinya tentang hukum alam,
Thomas Aquino membagi asas-asas hukum alam dalam dua jenis, yaitu :
a. Principia
Prima (asas-asas umum)
Yaitu asas-asas yang dengan sendirinya dimiliki oleh manusia
sejak kelahirannya, berlaku mutlak dan tidak dapat berubah dimanapun dan dalam
keadaan apapun. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk berbuat baik dan
dilarang melakukan kejahatan, sebagaimana yang terdapat dalam 10 perinta Tuhan.
b. Principia
Secundaria (asas-asas
yang diturunkan dari asas-asas umum)
3.
Dante Alighieri
Pada tahun 1313, Dante menerbitkan
bukunya, De Monarchia, salah satu
karya besarnya dan merupakan satu-satunya peninggalan Dante yang merupakan
karya kenegaraan. Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu kerajaan dunia yang
melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang akan menyelenggarakan
perdamaian dunia. Tujuan negara menurut Dante adalah untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang
sama bagi semua umat.
De
Monarchia terdiri atas 3 bab, yaitu :
a. Bab I mempersoalkan kerajaan dunia.
Pada bab I, Dante
menekankan perlunya kerajaan dunia,
yaitu untuk kepentingan dunia itu sendiri dalam rangka menyelenggarakan
perdamaian dunia.
Kerajaan dunia merupakan
kemerdekaan dan keadilan tertinggi. Rakyat yang hidup dengan berbagai peraturan
yang berbeda diatasi dengan peraturan yang dapat menciptakan kerjasama diantara
masyarakat.
Kerajaan dunia (imperium) merupakan satu kesatuan
kekuasaan, sebab jika kerajaan dibagi maka akan musnah.
b. Bab II menyelidiki apakah kaisar
Jerman itu merupakan kaisar yang sah?
c. Apakah kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan
atau berasal dari perantara?
Genesis dianggap sebagai sumber bagi teori Innocentius III untuk Teori Cahayanya
sebagai kunci kekuasan Paus yang berasal dari Mattheus, Teori Dua Belah Pedang
dari Bernard Clairvaux, demikian pula ajaran Hadiah dari Constantin.
semua teori tersebut
ditafsirkan oleh Dante sehingga akhirnya dia menyimpulkan bahwa kaisar memperoleh kekuasaan langsung
dari Tuhan untuk memerintah dan mengurus negara, dan tidak bergantung pada
perantara yang menjelma dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa dalam segala hal
yang berkaitan dengan rohani.
Pendapat Dante didukung oleh
golongan Franciskaan, yaitu para
paderi yang menganjurkan agar Paus
bersifat pendeta kembali yang hidup dengan sederhana dan semata-mata untuk
kesucian Tuhan. oleh karena itu, Paus jangan mencampuri urusan kemewahan dunia
yang dapat merusak kepercayaan rakyat.
Teori Cahaya :
Golongan Canonist berpendapat
bahwa Paus memperoleh kekuasaan yang asli di atas dunia ini. Raja
tidak memiliki kekuasaan yang asli sebab
kekuasaannya berasal dan diturunkan dari Paus yang asli. Seperti halnya
matahari dan bulan, Paus adalah matahari
yang bersinar sedangkan bulan adalah raja yang mendapat sinar dari matahari.
4.
Marsiglio di Padua (Marsilius dari Padua)
Pada tahun 1324, terbit karya
Marsiglio yang terkenal, yaitu Defenser
Pacis, yang terdiri dari tiga buku atau dictiones,
yaitu :
a. Dictio Pertama menguraikan dasar-dasar negara.
Pada dictio pertama diuraikan
asal usul negara didasarkan pada
perkembangan alam. Oleh karena itu, negara merupakan badan iudicialis seu consiliativa yang hidup
dan bebas. Tujuan tertinggi negara adalah mempertahankan perdamaian, memajukan
kemakmuran dan memberi kesempatam kepada rakyat untuk mengembangkan dirinya
secara bebas. Tugas utama negara untuk mencapai hal tersebut adalah menciptakan
undang-undang demi kepentingan dan
kesejahteraan rakyat.
Kekuasaan tertinggi dalam
negara dan pemerintahan terletak pada
pembuat undang-undang sehingga pemerintahan hanya alat dari pembuat
undang-undang.
Pembuat undang-undang adalah
rakyat sebab kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dan sumber undang-undang
adalah rakyat secara keseluruhan.
Pemerintahan berada di tangan
rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Rakyat boleh menghukum penguasa
jika ternyata penguasa melanggar undang-undang.
b. Dictio Kedua menguraikan dasar-dasar
gereja dan hubungannya dengan negara.
Marsilius menentang teori
cahaya, ajaran dua belah pedang dan hadiah dari Constantin. Marsilius
menginginkan agar Paus dipillih oleh
rakyat sehingga kekuasaan tertinggi diletakkan di tangan badan permusyawaratan
gereja-gereja (concilie).
Dalam hubungan antara negara
dan gereja, Marsilius berpendapat bahwa kedudukan gereja adalah di bawah negara
sehingga gereja tidak berhak membuat undang-undang sebab hanya rakyat yang
berhak untuk membuat undang-undang.
c. Dictio Ketiga menguraikan
kesimpulan-kesimpulan.
D.
ZAMAN RENAISSANCE
E.
ZAMAN HUKUM KENEGARAAN POSITIF
BAB III
TEORI SIFAT HAKEKAT NEGARA
(das Wesssen des Staates)
Secara
umum banyak sarjana atau para ahli yang mempunyai pendapat sendiri tentang
sifat hakikat suatu negara berkaitan dengan
pandangan hidup yang dianutnya. Diantaranya adalah :
5.
Socrates
Menurut Socrates, setiap orang
menginginkan kehidupan yang aman dan tentram. Oleh karena itu kemudian
mereka membentuk suatu kelompok dan
tinggal di atas bukit. Socrates menyebut kelompok tersebut sebagai polis dan ia berpendapat bahwa polis identik dengan masyarakat dan masyrakat
identik dengan negara.
6.
Plato
Menurut Plato, negara adalah keiginan manusia untuk bekerja sama
untuk memenuhi kepentingan mereka.
Plato adalah peletak dasar
ajaran idealisme
7.
Aristoteles
Aristoteles adalah murid
Plato. Buku yang ditulisnya diantaranya adalah Eticha yang berisi ajaran tentang keadilan. Ajaran tentang negara
ditulisnya dalam Politica.
Aristoteles mengembangkan
ajaran realisme.
Menurut Aristoteles, negara
adalah gabungan dari keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan
dalam negara akan tercapai jika
kebahagiaan individu sudah tercipta. Sebaliknya, bila manusia ingin bahagia maka ia harus
bernegara karena manusia saling membutuhkan dalam kepentingan hidupnya.
Selanjutnya, Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah kesatuan manusia dan manusia tidak dapat
terlepas dari kesatuannya. Negara
harus menyelenggarakan kemakmuran bagi
warganya, namun negara juga merupakan organisasi kekuasaan yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur agar tingkah laku manusia sesuai dengan tata tertib
dalam masyarakat.
8.
F. Oppenheimer
Negara merupakan suatu alat
dari golongan yang kuat untuk melaksanakan suatu tertib masyarakat.
9.
Leon Duguit
Negara adalah kekuasaan orang-orang kuat yang memerintah orang lemah.
Bahkan dalam negara modern, kekuasaan orang kuat diperoleh dari faktor-faktor
politik.
10.
R. Krannenburg
Negara pada hakekatnya adalah
suatu organisasi kekuasaan, diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut
bangsa. Jadi, menurut Krannenburg, yang harus ada lebih dahulu adalah
sekelompok manusia yang mempunyai
kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara
kepentingan kelompok tersebut. Jadi,
yang terpenting (primer) adalah kompok manusia, sedangkan yan sekunder
adalah negara.
11.
Logemann
Negara pada hakeketnya adalah
suatu organisasi kekuasaan maka organisasi itu memiliki kewibawaan. Artinya,
negara dapat memaksakan kehendaknya
pada semua orang yang ada dalam organisasi.
TEORI BERNEGARA REPUBLIK INDONESIA –
PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Teori Sifat Hakikat Negara dapat memberikan pemahaman mengenai suatu
negara, apa sebenarnya suatu
negara. Jika dilihat dari sisi
sosiologis maka negara dapat dipahami sebagai
anggota masyarakat atau zoon
politicon. Negara merupakan wadah bagi suatu bangsa untuk menggambarkan
cita-cita kehidupan bangsanya.
Secara historis, peninjuan masalah sifat hakikat
negara dapat dilihat dari perkembangan istilah ’negara’ itu sendiri.
Berdasarkan
perkembangan sejarah mengenai istilah negara, terdapat beberapa istilah yang
sering dijadikan padanan kata ’negara’ yang masing-masing memiliki karakter
tersendiri, antara lain :
1.
Polis (city state)
2.
Country (country
state)
3.
Civitas/civiteit
4.
Land (mis : England, Deutschland)
Sejak bangsa-bangsa di
Eropa sudah menetap dan tidak mengembara
(nomaden) lagi, maka bernegara umumnya diartikan memiliki
atau menguasai sebidang tanah atau wilayah tertentu.
Dengan kata lain, penguasaan
atas tanah menumbuhkan kewenangan kenegaraan (teori patrimonial) dimana struktur sosial yang dihasilkan disebut
feodalisme atau landlordisme.
Negara dalam keadaan demikian
disebut sebagai tanah (land). Hal ini tampak pada sebuta
England, Holland, Deutchland dll.
5.
Rijk/reich
Pengertian tanah (land) berkembang lebih lanjut, yaitu
bahwa tanah tersebut mendatangkan kemakmuran atau kekayaan (reichrijk-dom), dimana negara diartikan
sebagai rijk (Belanda) atau reich (Jerman) artinya kekayaan
sekelompok manusia (dinasti), misalnya Frankrijk, Oostenrijk dll.
6.
La stato,
staat,state (nation-state)
Keadaan pra-liberal berakhir
dengan tumbuhnya paham liberalisme yang dipelopori oleh John Locke, Thomas
Hobbes dan J.J. Rouseau.
Negara tidak lagi dipandang sebagai
suatu tanah atau kekayaan (land atau
reich) melainkan sebagai suatu status
hukum (staat – state), suatu
masyarakat hukum (legal society)
sebagai hasil dari perjanjian masyarakat (social
contract).
Jadi, negara adalah hasil dari perjanjian masyarakat, dari
individu-individu yang bebas, sehingga hak asasi mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi dari Negara.
7.
Kerajaan (monarchy)
8.
Negara/nagara/negeri
9.
Desha, desa,desh (mis : Bangladesh)
Negara
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta (Jawa Kuno), yaitu Nagara. Secara historis-geopolitik,
keberadaan negara Inonesia bukanlah sebagai suatu bentuk negara kecil (city state/polis) melainkan sebagai suatu
archipelagic state (negara kepulauan)
yang disebut sebagai nusantara (rangkaian nusa)
Berdasarkan
sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa Indonesia pernah ditata dalam bentuk kerajaan-kerajaan
besar yang dikuasai oleh dinasti-dinasti (wangsa). Dua kerajaan besar yang ada di Indonesia saat itu yang dapat
disebut sebagai nagara adalah Sriwijaya dan Majapahit, selain itu Mataram
dan Demak juga dapat disebut sebagai negara. Istilah negara pada masa itu
menunjuk pada suatu pemerintahan yang berbentuk monarki atau kerajaan.
Kerajaan-kerajaan
besar tersebut selain diarahkan sebagai civitas terena (duniawi) juga diarahkan
sebagai civitas dei (keagamaan). Para
raja, ratu atau sultan umumnya berkuasa secara absolut. Dalam keadaan demikian
maka tidak seluruh hak asasi rakyat
terjamin secara penuh karena masih didominasi oleh kekuasaan absolut dari raja yang
masing-masing memiliki karakter yang berbeda, ada yang bijaksana dan ada pula
yang tiran.
Berdasarkan
sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa
hakikat negara adalah suatu ikatan sosial atau dalam status hidup
bersama sebagai komunitas politik dimana hak-hak warga negaranya mendapatkan jaminan dari penguasa.
Secara sosiologis,
hakikat suatu negara dapat dilihat sebagai :
5. Ikatan suatu bangsa
Maksudnya adalah suatu
komunitas sosiologis yang hidup bersama dalam
suatu wilayah, senasib
sepenanggungan dalam menjalankan hidupnya.
6. Organisasi kewibawaan
Negara sebagai organisasi yang
memiliki wibawa untuk memutuskan hal-hal yang penting bagi kehidupan bersama.
Kewibawaan ini ditunjukkan dengan adanya kepatuhan komunitas untuk melaksanakan
putusan bersama tersebut.
7. Organisasi jabatan (ambten organisatie)
Negara terbagi dalam
jabatan-jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Organisasi ini muncul
karena organisasi kewibawaan
mengasumsikan adanya jabatan-jabatan untuk menjalankan fungsi-fungsi
tersebut secara bersama.
8. Organisasi kekuasaan (dwang organisatie)
Negara merupakan alat untuk
menjalankan kekuasaan dalam arti luas. Kekuasaan ini dapat memaksakan kehendak
orang yang berkuasa. Oleh sebab itu banyak orang yang ingin menjadi pejabat
negara untuk memperoleh kekuasaan.
Secara yuridis, hakikat suatu negara adalah sebagai :
1. Pemilik atau penguasa atas tanah (teori
Patrimonial-Feodal)
2. Pihak yang menguasai atau memerintah
3. Sebagai pelindung hak asasi manusia
Teori Perjanjian Masyarakat (Social Contract-Pactum Unionis)
menempatkan hakikat negara sebagai pelindung hak asasi manusia dimana negara merupakan pelaksana dari
kehendak umum (volente generale).
4. Penjelmaan tata hukum nasional
Hans Kelsen berpendapat bahwa hakikat negara sebagai
penjelmaan tata hukum nasional, personificatie
van het rechtorde karena eksistensi negara tampak dari adanya sistem hukum
yang berlaku dalam mengatur kehidupan komunitas bangsa tersebut.
Berdasarkan
pendapat para founding fathers dan framers of the constitution of the Republic
of Indonesia, hakikat Negara RI
adalah sebagai :
1. Ikatan sosiologis bangsa Indonesia yang
terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya.
2. Organisasi kewibawaan yang menunjukkan
eksitensi pemerintahan yang secara efektif mengambil keputusan-keputusan
nasional bagi berlangsungnya kehidupan bangsa
Indonesia.
3. Organisasi jabatan yang mengatur struktur
jabatan-jabatan dalam pemerintahan guna menjalankan fungsi dan tujuan negara yang telah ditetapkan dalam
konstitusi.
4. Organisasi kekuasaan yang menentukan
segala bentuk kekuasaan di bawahnya (forma-formarum)
dan memaksakan berlakunya norma-norma
yang ada dalam masyarakat (norma-normarum).
5. Penguasa atas cabang-cabang produksi yang
penting dan yang menguasai hajat hidup o0rang banyak.
6. Penguasa atas bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
7. Organisasi publik yang melindungi hak
asasi warga negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri.
8. Organisasi yang melaksanakan cita-cita
hukum dalam kehidupan bernegara, menciptakan kepastian hukum, keadilan dan
kedamaian hidup warga negaranya. Dalam
hal ini negara merupakan alat untuk merealisasikan keadilan sosial.
Hal
yang terpenting dari hakikat negara adalah bahwa negara merupakan alat untuk
mengantarkan bangsa Indonesia mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan demikian hakikat negara tidak hanya untuk merealisasikan
kemakmuran duniawi tetapi juga untuk
memfasilitasi pelaksanaan nilai-nilai ketuhanan keberagaman setiap individu dan
kelompok warga negara yang religius
(teosentrism). Pelaksanaan kebebasan beragama dalam menjalankan
ajarannya dan berkelompok tertentu diperbolehkan selama bukan merupakan aliran
sesat yang akan menyesatkan umat beragama itu sendiri.
BAB IV
TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA
(Die Lehren von der Rechtsfertigung
des Staates)
Teori
pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging theorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan
sehingga tindakan penguasa negara dapat
dibenarkan.
Keberadaan
negara (existence) dapat dibenarkan
berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain :
1. Kewenangan
langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk
konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori
Teokrasi).
2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi
(finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang
modern seperti kekuatan militer yang represif,
kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan).
3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata
maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan dan
hukum benda (Teori Yuridis).
Secara
rasional, suatu pemerintahan tidak
mungkin lagi menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik
angkatan perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun
teokratik. Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin
ditinggalkan sejalan dengan perkembangan
pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tanpa ada legitimasi yang rasional maka
suatu negara tidak mungkin akan berjalan
secara efektif.
Legitimasi
atas suatu negara memegang peranan yang penting karena walaupun memiliki
kekuasaan namun suatu pemerintahan negara tidak mungkin berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan
negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus
memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang
dijalankan agar ia dapat melaksanakan
fungsinya secara efektif.
1.
Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen)
Teori ini beranggapan bahwa
tindakan penguasa/negara selalu benar karena negara diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan menciptakan negara
dengan dua cara, yaitu :
a. Secara langsung → cirinya adalah seseorang berkuasa karena mendapat
wahyu dari Tuhan.
b. Secara tidak langsung →
seseorang berkuasa karena kodrat Tuhan.
Tokoh-tokoh penganut paham ini
antara lain adalah :
a. Agustinus
Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara
pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu :
2)
Civitas Dei (Negara
Tuhan)
Yaitu negara yang langsung
dipimpin oleh Tuhan.
Negara Tuhan di dunia diwakili oleh gereja dan atau oleh
kerajaan-kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk
pada Tuhan.
3)
Civitas Terrana/Civitas Diaboli
Civitas terrana adalah
negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas
terrana disebut juga civitas diaboli karena
dibuat oleh setan.
Negara dunia hanya mengejar
kepuasan duniawi sehingga menimbulkan keserakahan, kebencian, peperangan, penderitaan dan akhirnya keruntuhan.
b. Thomas Aquinas
Menurut Thomas Aquinas, negara
yang burukpun bukan buatan setan tetapi tetap diakui sebagai perwujudan
kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul
dari pergaulan antara manusia yang ditentukan oleh hukum dan tata
alam. Hukum tata alam juga terjadi dari
kehendak Tuhan dan menurut hukum Tuhan.
Tuhan menjadikan manusia
sebagai mahluk yang bergaul dan memberikan seorang pemimpin (raja). Oleh karena
itu, kekuasaan raja dalam memimpin negara juga berasal dari Tuhan.
c. Ludwig von Haller
Menurut Ludwig von Heller,
sifat negara adalah ketertiban. Dalam negara ada tuan dan hamba, ada yang kuat
dan yang lemah, ada yang tinggi dan rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang
kuat berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah
yang dikehendaki dan diatur oleh Tuhan.
Manusia dengan segala kecerdasannya tidak mungkin dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan
oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah
asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara.
d. Friedrich Julius Sthal
Dalam bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia
berpendapat bahwa negara timbul dari
takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga,
kelompok, suku, bangsa atau gereja.
Namun, pada hakekatnya, kekuasaan
terjadi karena kehendak dan kekuasaan Tuhan. Peperangan,
penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll
terjadi karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat
bahwa negara adalah The March of God in the World (laku Tuhan di dunia).
2.
Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan
Berdasarkan teori ini, siapa
yang memiliki kekuatan akan mendapatkan kekuasaan dan memegang
pemerintahan.
Kekuatan tersebut meliputi :
a. Kekuatan jasmani (physic)
b. Kekuatan rohani (phychis)
c. Kekuatan materi (kebendaan)
d. Kekuatan politik.
Charles Darwin
Menurut teori evolusi Charles
Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta merupakan suatu perjuangan untuk
mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas yang lemah. Oleh karena itu semua
orang berusaha untuk kuat dan unggul.
Semua imperium ditegakkan
berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon, Hitler, Mussolini dan Stalin.
Leon Duguit
Pihak yang dapat memaksakan
kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus
forts). Kekuatan tersebut mengandung
beberapa faktor, misalnya keistimewaan fisik, intelegensia, ekonomi dan
agama.
Paul Laband, George
Jellineck, von Jhering
Mereka berpendapat bahwa suatu
kenyataan yang wajar harus diterima bahwa kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya
ada di tangan negara dan pemerintahan.
Franz Oppenheimer
Dalam bukunya, Der Staat, ia berpendapat bahwa negara
adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan
kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud
untuk mengatur kekuasaan golongan
yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain.
Tujuan dari semuanya adalah pemerasan ekonomi
dari golongan yang menang terhadap yang kalah.
3.
Pembenaran Negara dari Sudut Hukum
Teori ini menyatakan bahwa
tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan kepada hukum.
Teori ini merinci lagi hukum
ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan
hukum keluarga karena pada zaman dulu masyarakat masih sangat sederhana dan
negara belum terbentuk. Masyarakat hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar
yang dipimpin oleh kepala keluarga.
b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti
hak milik. Raja mempunyai hak milik terhadap
daerahnya, oleh karena itu semua penduduk
di daerahnya harus tunduk pada raja.
Raja biasanya mendapat bantuan dari kaum bangsawan untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja
memberikan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja
kepada bangsawan sehingga para bangsawan mendapat hak untuk
memerintah (overheidsrechten).
c. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Tokohnya antara lain adalah :
1) Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, manusia harus selalu mempunyai kekuatan
karena memiliki rasa takut diserang oleh
manusia lain yang lebih kuat. Oleh
karena itu rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak
diikutsertakan. Oleh karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak
rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie
Absoluut).
2) Jhon Locke
Rakyat dan
raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk melindungi
rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta
pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya
menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi.
Dalam
perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu :
e.
Pactum Uniones ð perjanjian
untuk membentuk suatu kesatuan
(kolektivitas) antara individu-individu.
f.
Pactum Subjectiones ð
perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Jhon Locke
berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones memiliki pengaruh
yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah, raja harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon
Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen
yaitu suatu aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi
atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk
membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak
dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen.
3) J.J. Rousseau
Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah
diserahkan kepada raja. Jika raja memerintah maka raja hanya
merupakan mandataris rakyat.
Menurut Rousseau, hal yang
pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama
disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingg semua orang dapat
bersatu, namun setiap orang tetap bebas
dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak dasar atau
hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat
berarti setiap orang menyerahkan semua
haknya kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah :
a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan
orang-orang yang telah menyelenggarakan
perjanjian masyarakat.Volonte
generale merupakan kekuasaan yang
tertinggi atau kedaulatan.
b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft
merupakan kesatuan dari orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan
umum, kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan
yang disebut sebagai kedaulatan rakyat.
Perjanjian masyarakat telah
menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari
keadaan bebas ke keadaan bernegara.
4.
Pembenaran Negara dari Sudut Lain
a.
Teori Ethis/Teori Etika
Berdasarkan teori ini, suatu negara ada karena adanya suatu
keharusan susila.
Berdasarkan teori ini maka ada
3 pendapat dari para ahli ilmu negara,
yaitu :
1) Plato dan Aristoteles
Menurut Plato dan Aristoteles,
manusia tidak akan berarti bila belum
bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak
ada manusia. Oleh karena itu seluruh tindakan negara dapat dibenarkan.
2) Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, tanpa adanya negara maka manusia tidak dapat tunduk pada hukum yang
dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk pada hukum, akibatnya
tindakan negara dibenarkan.
3) Wolft
Wolf berpendapat bahwa
keharusan untuk membentuk negara merupakan
keharusan moral yang tertinggi.
b.
Teori Absoulut dari Hegel
Menurut Hegel, tujuan manusia adalah kembali pada citacita yang abolut. Penjelmaan
cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara. Tindakan negara dibenarkan karena negara
adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia.
c.
Teori Psychologis
Teori ini menyatakan
bahwa alasan pembenaran negara
didasarkan pada unsur psychologis manusia, seperti rasa takut, rasa sayang dll
sehingga segala tindakan negara dapat dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik
Indonesia, maka berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar
pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu :
a. Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas
adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan politik yang menunjukkan adanya
kekuatan kelembagaan negara yang
menguasai kehidupan warga negaranya.
Legitimasi sosiologis yang
telah mengalami proses artikulatif dalam
institusi-institusi politik yang artikulatif dipahami sebagai legitimasi
politik. Proses tarik menarik kepentingan antara pihak yang berkuasa yang
terwujud dalam keputusan politik dianggap telah memiliki legitimasi politik.
b. Legitimasi Yuridis
Pembenaran dari sudut yuridis
(hukum) terlihat dari adanya dasar hukum
yang jelas atas keberadaan suatu negara.
Dasar hukum dari keberadaan negara
Repubik Indonesia adalah proklamasi kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi
merupakan Unilateral Contract yang
mendapat pengakuan dari dunia internasional. Karena sudah mendapat pengkuan
dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional yang memiliki hak
dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat hukum internasional.
Keberadaan konstitusi
negara yaitu UUD 1945 menegaskan dasar
yuridis eksistensi ketatanegaraan
sebagai komunitas politik yang mandiri, tidak berada di bawah kedaulatan
negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara politis dan sosiologis. Selain itu, keberadaan
unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de
jure bagi Republik Indonesia.
c. Legitimasi Etis-Filosofis
Dasar keabsahan negara secara
etis dapat dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara
merupakan keharusan moral yang tertinggi untuk
mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu lingkungan
politik yang bernama negara.
Legitimasi etis (moral)
mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan
dari kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar
ketentuan hukum (legalitas) tertentu.
Legitimasi etis-filosofis
merupakan penyempurnaan akhir dari kemauan dan kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu pemerintahan memiliki banyak
legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang
berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan maka pemerintahan
tersebut pasti akan dijatuhkan, baik
melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people
power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme
konstitusional.
Tindakan berkuasa dari negara
dibenarkan karena negara merupakan cita-cita manusia yang membentuknya.
Dalam konteks negara Republik
Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis
secara kolektif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu
pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas legitimasi yang kokoh, di
atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat teologis, sosiologis (mendapat
pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku sebagai hukum positif dalam format
yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga etisfilosofis.
Suatu legitimasi dapat mengalami
krisis bila orang atau lembaga yang memiliki legitimasi tersebut tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk mengelola negara
secara keseluruhan. Oleh karena itu legitimasi harus pula diikuti oleh
capability dan capacity
untuk mengimplementasikan program yang
langsung menyentuh rakyat karena pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi
yang tertinggi. Keamanan dan
kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi
pemerintahan suatu negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimated) tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapan
pemerintahannya. Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu
cakap dalam mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan
sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya
agar hidup teratur dalam mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan
manifestasi pengabdian hamba terhadap
Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun sebenarnya lebih
tepat teosentris (berorientasi kepada
Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius.
Bangsa Indonesia mengakui keberadaan
negaranya sebagai rahmat Tuhan
Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”)
Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah memberikan rahmat
dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi
teologis.
BAB V
TEORI TERJADINYA NEGARA
Suatu negara tidak terjadi begitu saja tetapi
melalui suatu proses dengan dipenuhinya satu unsur kepada unsur lainnya
sehingga pada akhirnya seluruh unsur terpenuhi.
Dengan dipenuhinya seluruh unsur tersebut maka kapasitas
negara sebagai entitas politik tidak diragukan lagi sebagai subjek hukum
(legal entity). Dalam hukum
internasional disebut sebagai subjek hukum internasional yang berkapasitas
penuh dalam kedaulatannya.
Proses terjadinya negara dapat dilihat
dari dua sudut pandang, yaitu :
1.
Terjadinya Negara Secara Primer (Primair Staatswording)
Teori terjadinya negara secara
primer adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang tidak
dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya.
Menurut teori ini,
perkembangan negara secara primer melalui 4 phase, yaitu :
a.
Phase Genootshap (Genossenschaft)
Fase ini merupakan
pengelompokkan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan
bersama dan disadarkan pada persamaan. Mereka
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama. Kepemimpinan dipilih
secara Primus Inter Pares (yang
terkemuka diantara yang sama).
Pada fase ini yang terpenting
adalah unsur bangsa.
b. Phase
Reich (Rijk)
Pada fase ini, kelompok orang
yang telah menggabungkan diri tersebut telah sadar akan hak milik atas tanah
sehingga kemudian muncul tuan-tuan tanah
yang berkuasa atas tanah dan orang-orang yang menyewa tanah. Hal ini
menimbulkan sistem feodalisme .
Pada fase ini yang terpenting
adalah unsur wilayah.
c. Phase
Staat
Pada fase ini masyarakat telah
sadar dari tidak memiliki negara menjadi memiliki negara.
Pada fase ini yang terpenting
adalah bahwa ketiga unsur dari
negara (bangsa, wilayah dan pemerintahan
yang berdaulat) telah terpenuhi.
d. Phase
nation state
Pada fase ini rakyat memegang
kekuasaan yang tertinggi.
Fase ini dapat dibagi dua
lagi,yaitu :
1) Phase
democratsiche Natie
Democratische Natie
terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya
kedaulatan di tangan rakyat.
2) Phase Dictatuur
(dictum)
Ada
2 pendapat mengenai fase dictatuur,
yaitu :
a)
Menurut pendapat para sarjana Jerman, bentuk diktator merupakan perkembangan lebih lanjut dari democtatische
natie.
b)
Menurut pendapat sarjana lainnya, dictatuur merupakan penyelewengan dari democratische natie.
2.
Terjadinya
Negara Secara Sekunder (Scundaire Staats
Wording)
Teori terjadinya negara secara sekunder membahas
terjadinya negara dihubungkan
dengan negara-negara yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan teori ini,yang
terpenting adalah adanya pengakuan (erkening).
Pengakuan (erkening) dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Pengakuan De Facto
Pengakuan de facto adalah pengakuan
yang bersifat sementara terhadap terbentuknya suatu negara baru. Hal ini
disebabkan karena pada kenyataannya memang
telah terbentuk suatu negara baru namun
apakah terbentuknya negara baru tersebut telah melalui prosedur hukum
atau tidak masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu pengakuan yang diberikan
masih bersifat sementara. Pengakuan de facto dapat meningkat kepada pengakuan de jure jika ternyata terbentuknya negara baru tersebut memang
telah melalui prosedur hukum yang sebenarnya.
b.
Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Pengakuan de jure adalah pengakuan yang
seluas-luasnya dan bersifat tetap terhadap timbulnya suatu negara baru karena
terbentuknya negara baru tersebut berdasarkan hukum.
c.
Pengakuan
atas Pemerintahan De Facto
Pengakuan terhadap pemerintahan de facto adalah pengakuan hanya terhadap pemerintahan suatu negara sedangkan
wilayahnya tidak diakui.
Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu
negara adalah pemerintahan, wilayah dan
rakyat. Dengan demikian jika yang ada
hanya pemerintahannya maka itu bukanlah
negara karena tidak seluruh unsurnya terpenuhi.
Suatu
negara, selain dapat terbentuk atau timbul juga dapat runtuh atau lenyap.
Runtuh atau lenyapnya suatu negara dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
- Hilangnya
negara karena faktor alam.
Suatu negara yang sudah ada menjadi lenyap
karena faktor alam. Alam menyebabkan wilayah suatu negara menjadi hilang lenyap. Misalnya : negara Atlantis.
Hilangnya negara karena faktor alam antara
lain disebabkan karena :
a. Gunung meletus
b. Pulau yang terendam air laut.
- Hilangnya negara karena faktor sosial.
Maksudnya
adalah bahwa hilangnya atau lenyapnya suatu negara yang semula ada dan diakui
oleh negara lain tetapi hilang karena
factor social. Factor social tersebut diantaranya adalah :
- Penaklukan
b.
Revolusi (kudeta yang berhasil)
c.
Perjanjian
d.
Penggabungan.
Teori terjadinya negara, baik
terjadinya Negara secara primer maupun sekunder berhubungan erat dengan syarat keberadaan sebuah negara. Syarat
adanya entitas hegara harus memenuhi unsur-unsur primer dan sekunder.
1. Unsur primer, meliputi :
- Penduduk
(rakyat)
- Wilayah
- Pemerintahan
Unsur-unsur primer ini harus
dipenuhi untuk eksistensi negara. Tanpa
adanya unsur primer maka tidak mungkin ada negara.
2. Unsur sekunder
Unsur sekunder adalah pengakuan. Unsur ini merupakan unsur tambahan yang
akan menguatkan keberadaan suatu negara
dalam masyarakat hukum internasional. Negara yang baru muncul dalam
komunitas hukum internasional memerlukan pengakuan dari negara lain atas
eksistensinya sebagai suatu negara.
Walaupun merupakan unsur tambahan namun pengakuan juga akan
menentukan secara signifikan kelanjutan hidup suatu negara. Seperti halnya manusia, negara juga tidak akan bisa hidup tanpa adanya
hubungan dengan manusia atau negara lain. Hal ini diperlukan untuk memenuhi
keperluan hidupnya, bertukar kebudayaan dan teknologi etc.
TERJADINYA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaitkan dengan teori
terjadinya Negara, maka terjadinya Negara Republik Indonesia secara
teoritis-historis telah memenuhi unsur
primer dan sekunder.
Pada awalnya komunitas suku bangsa di
Indonesia hidup dalam suatu bentuk
kelompok-kelompok kekeluargaan (genossenschaft-gemeinschaft).
Kemudian muncul wilayah-wilayah yang diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil
dan kerajaan-kerajaan besar yang
memiliki kekayaan yang luar biasa (reick,
rijk). Kemudian kelompok-kelompok kehidupan bersama di nusantara ini
memunculkan kesadaran bersama sebagai bangsa melalui Kongres Pemuda 1928. hal ini merupakan embrio dalam
memasuki tahap bangsa-bangsa (staat--state).
Tahap selanjutnya adalah terbentuknya suatu nation-state
dimana rakyat Indonesia memegang
kekuasaan tertinggi dan memiliki kedaulatan (rakyat berdaulat-democratische natie)
Melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan perjuangan
panjang Perjanjian Linggarjati,
Roem-Royen, KMB dan diplomasi internasional.
Kemudian pada akhirnya Negara Republik Indonesia diakui keberadaannya
sebagai subjek hukum internasional yang
baru, sebagai negara baru yang sederajat dengan negara lainnya dalam komunitas
internasional.
Demokrasi terpimpin pada masa
pemerintahan Soekarno dan Soeharto merupakan pemerintahan yang dictatuur-dictatorship. Bentuk ini tidak
dianggap sebagai perkembangan selanjutnya dari democratische natie tetapi
merupakan anomalia sejarah dan merupakan bentuk penyimpangan atau
penyelewengan kedaulatan rakyat. The rule
of law and the people menyimpang menjadi the rule of man. Bentuk akhir yang hingga saat ini terus
diperjuangkan adalah bentuk Negara hukum yang demokratis.
BAB VI
TEORI TUJUAN NEGARA
(Die Lehren vom Zweck des Staates)
Setiap
negara pasti memiliki tujuan tertentu
yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Para ahli ilmu negara
sebagian berpendapat bahwa tujuan negara
dihubungkan dengan tujuan akhir manusia
dan ada pula yang menghubungkan antara tujuan negara dengan kekuasaan.
Tujuan
negara menurut pendapat para ahli, antara lain adalah :
1. Hegel
Menurut Hegel, negara mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan idee umumu. Oleh
karena itu tujuan negara adalah negara itu sendiri. Negara memelihara dan
menyempurnakan diri sendiri. Kewajiban tertinggimanusia adalah menjadi warga
negara sesuai dengan undang-undang.
Hegel menciptakan teori
dialektika : melalui tese, antitese dan sintese lahir dan timbullah kemajuan.
2. Agustinus
Menurut Agustinus, tujuan
negara dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam yang kekal yaitu
sesuatu yang diinginkan Tuhan.
3. Shang Yang
Shang Yang menghubungkan tujuan negara dengan mencari kekuasaan semata
sehingga negara identik dengan penguasa.
4. John Locke
Menurut John Locke,
pembentukan political or civil society menyebabkan manusia tidak melepaskan hak
asasinya.
Tujuan negara adalah
memelihara dan menjamin hak asasi,yaitu :
a. Hak hidup/nyawa (leven)
b. Hak atas badan (lijf)
c. Hak atas harta benda (vermogen)
d. Hak atas kehormatan (eer)
e. Hak kemerdekaan (vrij heid)
5. Rousevelt
Rousevelt membagi hak kemerdekaan ke dalam :
a. Freedom
from want
b. Freedom
from fear
c. Freedom
of speech
d. Freedom
of religion
6. Mahatma Gandhi
a. Freedom
from want
b. Freedom
from fear
c. Freedom
of speech
d. Freedom
of religion
e. Freedom
of doing mistake
7. Soekarno
a. Freedom
from want
b. Freedom
from fear
c. Freedom
of speech
d. Freedom
of religion
e. Freedom
of doing mistake
f. Freedom
to be free
8. Kaum dikatator
Kaum dikatator menganut paham
bahwa negara merupakan tujuan. Warga
negara harus mengorbankan apapun yang diperintahkan pemegang kuasa. Jadi
penjelmaannya adalah negara kekuasaan.
9. Zaman modern
Umumnya, pada zaman modern,
tujuan negara adalah menyelenggarakan
kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat demi tercapainya masyarakat adil dan
makmur.
Tujuan
suatu negara dapat dibedakan berdasarkan
filosofi, situasi-kondisi dan sejarah dari negara yang bersangkutan. Secara
garis besar, teori tujuan negara membagi arah tujuan negara menjadi tiga, yaitu
:
1. Mencapai kekuasaan politik
Negara identik dengan
penguasa. Oleh sebab itu tujuan negara adalah membangun kekuasaan secara
efektif. Penguasa (pemerintah)
menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kepentingannya. Setiap penguasa selalu ingin mempertahankan,
memperkuat dan memperluas kekuasannya. Setelah memiliki kekuasaan yang kuat
(langgeng-absolut) maka penguasa menjadi korup, tiran dan despotik (semena-mena
dan kejam).
Lord Acton berpendapat bahwa karakter kekuasaan yang demikian adalah: Power tends to corrupt; absolute power
corrupts absolutely.
2. Mencapai kemakmuran material
Negara bertujuan untuk
mewujudkan kemakmuran atau kesejahteraan material karena negara sebagai organisasi masyarakat berusaha
untuk memenuhi kebutuhan materialnya secara terstruktur melalui pemerintahan yang ada.
Dalam ilmu negara umum, tujuan
negara untuk mencapai kemakmuran
melahirkan tipikal negara yang berbeda, yaitu :
a)
Polizei Staat → negara yang bertujuan untuk mencapai
kemakmuran bagi raja/negara.
b)
Formele Rechtstaat → tujuan negara adalah mencapai
kemakuran individu.
c)
Materiele Rechtstaat → tujuan negara adalah mencapai
kemakmuran rakyat (Social Service State –
negara kesejahteraan).
3. Mencapai kebahagiaan akhirat (konsep
eksatologis → eksatologis : akhir zaman)
Negara memberikan fasilitas
kepada rakyatnya agar dapat bebas
melaksanakan kaidah agamanya untuk mempersiapkan kehidupan sesudah kematian (life after death).
Penguasa negara berpendapat
bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan kehidupan akhirat adalah kehidupan
yang abadi. Oleh karena itu seluruh
warga negara harus mempersiapkan dirinya untuk ”kehidupan yang sesungguhnya”.
Negara harus mengarahkan warga negranya agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa, berilmu dan berteknologi.
Konsekuensi logisnya negara
melarang adanya kegiatan yang bertentangan dengan norma/kaidah agama
(nilai-nilai ketuhanan).
TUJUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan
hakiki dari negara Republik Indonesia termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai
berikut :
1. Mencapai ketuhanan (kemerdekaan,
perdamaian abadi)
Negara mengarahkan warga
negaranya untuk selamat di dunia dan akhirat sesuai dengan keyakinan agamanya.
Negara juga harus sepenuhnya memberikan kebebasan warga negaranya untuk
melaksanakan ajaran agamanya dan membuat
hukum nasional yang mendukung ajaran agama yang dianut oleh warganegaranya.
Negara mengatasi pertikaian
yang mungkin muncul melalui mufakat lintas agama, ras dan antar golongan.
Negara melarang kegiatan yang
bertentangan nilai-nilai ketuhanan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Mencapai kemanusiaan univesalitas yang
melindungi segenap bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia
Negara harus mewujudkan
kehidupan yang manusiawi, adil dan
beradab yang berkorelasi positif dengan upaya perlindungan hak asasi manusia.
Tujuan ini menjadi tugas inti
dari negara, yaitu melindungi nilai-nilai kemanusiaan (tidak hanya bagi warga
negaranya tetapi juga bagi seluruh umat manusia).
Kemanusiaan harus didasarkan
pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Kemanusiaan juga harus didasarkan
pada pembentukan masyarakat yang beradab (civilized
society) sebagaimana yang dikonstruksikan dalam masyarakat madani (civil society)
3. Mencapai kesatuan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa
Mencapai kesatuan sebagai
suatu nation state yang komprehensif.
Kesatuan komunitas yang sadar dalam
lokalitas dan globalitas kemanusiaan. Nasionalisme yang rasional dan humanisme
yang religius. Pemerintah dibentuk untuk menyadari cita-cita tersebut
sehingga rakyat cerdas dan memahami
hidupnya dan dapat menjalani hidupnya dengan baik.
4. Mencapai kerakyatan hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan
Mencapai kerakyatan
dimaksudkan sebagai kolektivitas yang melaksanakan aspirasi rakyat dengn
tuntutan hikmah kebijaksanaan. Konkretnya melalui lembaga permusyawaratan (MPR)
dan lembaga perwakilan (DPR dan DPD).
Demokrasi Indonesia berkaitan
secara menyeluruh dengan sila-sila lainnya dalam Pancasila.
5. Mencapai keadilan sosial (memajukan
kesejahteraan umum)
Mencapai keadilan sosial
merupakan tugas negara untuk memberikan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan
spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan ekonomi negara
dikonstruksikan dalam penataan keadilan sosial.
Kemakmuran material harus dicapai
melalui penataan keadilan. Keadilan harus lebih diutamakan daripada keadilan.
Keadilan tanpa kemakmuran lebib berarti daripada sebaliknya. Negara harus
menjadi alat untuk mencapai keadilan. Keadilan akan menyelamatkan seluruh warga
negara.
BAB VII
TEORI TIPE-TIPE NEGARA
Teori tipe-tipe negara bermaksud membahas tentang penggolongan negara didasarkan pada ciri-ciri khas yang ada pada suatu
negara. Berdasarkan sejarah teori
kenegaraan Eropa Barat maka pembagian tipe-tipe negara secara kronologis adalah
sebagai berikut :
1.
Tipe Negara Menurut Sejarah
a. Tipe Negara Timur Purba (Alt Orientalische Staaten)
Negara Timur Purba bertipe
tirani dimana raja berkuasa mutlak.
Ciri-ciri negara Timur Purba
adalah :
1)
Bersifat
terokratis/theocraties (keagamaan)
Negara teokrasi adalah negara yang hanya mendasarkan
satu agama saja dalam negaranya.
Negara teokrasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)
Teokrasi langsung →
raja dianggap juga sebagai Tuhan
atau dewa oleh warganegaranya.
b)
Teokrasi tidak langsung
2)
Pemerintahan bersifat absolut.
b. Tipe Negara Yunani Kuno
Pada intinya, tipe negara Yunani Kuno :
1) Adanya negara kota (polis/city state)
a) Besarnya negara kota hanya sebesar kota
yang dilingkari benteng pertahanan.
b) Jumlah penduduknya sedikit, hanya sekitar
300 ribu penduduk.
1) Demokrasi langsung.
Dalam pelaksanaan demokrasi
langsung, rakyat diberi pelajaran ilmu pengetahuan (encyclopaedie). Pemerintahan berjalan dengan mengumpulkan rakyat di
suatu tempat yang disebut acclesia. Dalam rapat dikemukakan kebijaksanaan
pemerintah dan rakyat ikut memecahkan masalah.
Pemerintahan selalu dipegang oleh ahli-ahli filsafat.
Dalam negara Yunani Kuno
demokrasi dapat dilaksanakan secara langsung, hal ini disebabkan karena :
a)
Wilayahnya
tidak terlalu luas
b)
Jumlah
penduduk yang masih sedikit, dan dari jumlah yang sedikit tersebut hanya warga
polis saja yang berhak ikut demokrasi, para
pedagang dari luar polis dan budak belian tidak mempunyai hak untuk ikut
melaksanakan demokrasi.
c. Tipe Negara Romawi
Tipe negara Romawi adalah
Imperium. Yunani sendiri kemudian menjadi negara jajahan Romawi.
Ciri tipe negara Romawi Kuno
adalah :
1) Primus
inter pares (yang
terkemuka diantara yang sama)
2) Adanya raja-raja yang absolut (Caesar)
Pemerintahan di Romawi
dipegang oleh Caesar yang menerima
seluruh kekuasaan dari rakyat (Caesarismus).
Pemerintahan Caesar adalah mutlak atau absolut.
3) Adanya kodifikasi hukum.
Undang-undang di Romawi
dinamakan Lex Regia.
d. Tipe Negara Abad Pertengahan
Ciri khas tipe negara pada
abad pertengahan adalah :
1.
Teokratis
2.
Feodalisme
3.
Dualisme
dalam bernegara, yaitu dualisme (pertentangan) antara:
a) Penguasa dengan rakyat.
b) Pemilik dan penyewa tanah (yang menyebabkan
timbulnya feodalisme).
c) Negarawan dan gerejawan (yang menimbulkan sekularisme).
Akibat adanya dualisme ini timbul keinginan dari rakyat untuk
membatasi hak dan kewajiban raja dan rakyat.
Hal ini dikemukakan oleh aliran monarchomachen
(golongan anti raja yang mutlak).
Perjanjian yang mereka sepakati diletakkan dalam leges fundamentalis yang berlaku sebagai undang-undang.
e. Tipe Negara Modern
Ciri-ciri negara modern adalah
:
1.
Berlakunya
asas demokrasi
Kedaulatan ada di tangan
rakyat dan demokrasi menggunakan sistem
dan lembaga perwakilan.
2.
Dianutnya
paham negara hukum
3.
Susunan
negaranya adalah kesatuan.
Di dalam satu negara hanya ada
satu pemerintahan,yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.
2.
Tipe Negara Ditinjau Dari Sisi Hukum.
Jika ditinjau dari sisi hukum
maka penggolongan tipe negara didasarkan
pada hubungan antara penguasa dan rakyat. Tipe negara dapat dibedakan dalam :
a. Tipe Negara Policie (Polizei
Staat)
Pada tipe ini negara bertugas
menjaga tata tertib, dengan kata lain
negara penjaga malam. Pemerintahan
bersifat monarchi absolut.
Pengertian policie mencakup dua arti, yaitu :
1) Penyelenggara negara positif (bestuur)
2) Penyelenggara negara negatif (menolak
bahaya yang mengancam negara)
b. Tipe Negara Hukum (Rechstaats)
Istilah negara hukum merupakan
terjemahan dari rechstaat. Istilah rechtstaat mulai populer di Eropa sejak
abad XIX. Konsep rechtstaat lahir
dari suatu perjuangan menentang absolutisme.
Ciri-ciri rechtstaat adalah :
1) Adanya UUD atau Konstitusi yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat.
2) Adanya pembagian kekuasaan negara.
3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan
rakyat.
Ciri-ciri tersebut menunjukkan
bahwa ide pokok dari rechstaat adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak
asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk
menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan
disalahgunakan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro,
negara hukum berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah :
1) Semua alat-alat perlengkapan negara dalam
tindakannya baik terhadap warganegara
maupun dalam hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain tidak
boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Semua penduduk dalam hubungan
kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku.
Jika dilihat dari segi ilmu
politik, Franz Magnis Suseno
mengambil 4 ciri negara hukum yaitu :
1) Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum
positif yang berlaku.
2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol
kekuasaan kehakiman yang efektif.
3) Berdasarkan sebuah UUD yang menjamin HAM.
4) Menurut pembagian kekuasaan.
Salah satu asas penting dalam
negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas adalah
menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi harus berdasarkan
undang-undang. Tanpa dasar undang-undang
maka badan/pejabat administrasi tiak berwenang
melakukan suatu tindakan yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan hukum
warga negaranya.
Asas legalitas berkaitan erat
dengan dua gagasan, yaitu :
1) Gagasan demokrasi
Gagasan demokrasi
menuntut agar setiap bentuk
undang-undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan dari wakil rakyat.
2) Gagasan negara hukum.
Gagasan negara hukum menuntut
agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada
undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang
tertuang dalam undang-undang.
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan paham
kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip
monodualistis yang sifat hakikatnya
konstitutif.
Menurut Indroharto, penerapan
asas legalitas akan menunjang berlakunya
kepastian hukum dan berlakunya persamaan perlakuan.
Ada tiga bentuk tipe negara
hukum :
1) Tipe Negara Hukum Liberal
Tipe negara ini menghendaki
agar negara berstatus pasif, artinya adalah
bahwa warga negara harus tunduk pada
peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak harus sesuai dengan
hukum. Kaum liberal menghendaki agar
antara penguasa dan rakyat harus ada
persetujuan dalam bentuk hukum.
2) Tipe Negara Formil
Yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat.
Segala tindakan penguasa memerlukan
suatu bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara hukum formil disebut pula sebagai
negara demokratis yang berlandaskan negara hukum.
Menurut Stahl, negara hukum formil harus memenuhi empat
unsur,yaitu :
a) Harus ada jaminan terhadap hak asasi
manusia
b) Adanya pemisahan kekuasaan
c) Pemerintahan didasarkan pada undang-undang
d) Harus ada peradilan administrasi.
3) Tipe Negara Hukum Materiil
Negara hukum materiil
merupakan perkembangan lebih lanjut dari
negara hukum formil. Jika pada negara hukum formil tindakan penguasa harus
berdasarkan undang-undang (asas
legalitas) maka dalam negara hukum materiil untuk kepentingan warga negara
dalam hal keadaan yang mendesak maka
penguasa dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang (asas opportunitas).
c. Tipe Negara Kemakmuran
Pada tipe negara
kemakmuran,negara mengabdi sepenuhnya kepada
masyarakat. Dalam negara kemakmuran, negara merupakan satu-satunya alat
untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat. Negara aktif menyelenggarakan
kemakmuram untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara.
Jadi, pada tipe negara ini
maka tugas negara semata-mata adalah menyelenggarakan kemakmuran untuk rakyat
semaksimal mungkin.
TIPE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Dalam
sejarah teori ketatanegaraan tersebut kita dapat menemukan tipe negara modern
yaitu adanya demokrasi perwakilan dan merupakan
bangunan negara hukum yang demokratis. Bentuk negara hukum yang
demokratis (democratische-rechstaat/welfare
state) menjadi cita-cita seluruh
negara modern saat ini.
Berdasarkan
karakteristik tipe negara tersebut maka kita dapat menyimpulkan bahwa Negara
Republik Indonesia dapat dikategorikan
sebagai negara modern. Konstitusi negara Republik Indonesia yang telah diamandemen dalam Pasal 1 ayat
(1,2 dan 3) telah dengan jelas menyebutkan karakteristik cita-cita negara
modern tersebut, yaitu :
Pasal 1 UUD 1945
(1) Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut undang-undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Selain
itu, alasan bahwa Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara modern adalah
sebagai berikut :
1.
Negara
RI tidak memiliki ciri-ciri seperti yang
terdapat dalam tipe negara Timur Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno dll yang
berciri teokrasi, absolut, negara kota dengan demokrasi langsung, kerajaan yang
absolut atau feodalistis.
2.
Konstitusi
negara RI baik sebelum maupun setelah amandemen telah mencanangkan adanya
demokrasi perwakilan dan berupaya menciptakan bangunan negara hukum yang
demokratis.
Pemilihan presiden secara
langsung dalam sistem pemilu di Indonesia tidak berarti bahwa kita melaksanakan
demokrasi secara langsung. Wujud demokrasi langsung yang sesungguhnya
adalah dengan sistem referendum dimana
rakyat terlibat secara langsung dan merupakan subjek yang langsung memutuskan
berbagai kebijakan.
Dalam sistem pemilu di
Indonesia, rakyat memilih presiden secara langsung namun presiden yang nanti terpilihlah yang
bertindak sebagai eksekutif yang akan memutuskan kebijaksanaan
yang akan dijalankan dalam pemerintahan. Oleh karena itu lebih tepat
jika Indonesia menjalankan demokrasi
perwakilan atau menjalankan republik.
3.
Negara
RI mensyaratkan rakyat untuk pada hukum dan nilai-nilai Ketuhanan yang
dianutnya. Hal ini memunculkan konsep
bahwa negara kita berciri negara nomokratis yaitu nomokratis Pancasila.
Nomokratis → nomoi (hukum) dan kratein (pemerintahan atau kekuasaan).
Penegasan
Indonesia sebagai negara hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandement yaitu Negara Indonesia
adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum adalah bahwa seluruh sikap,
kebijakan, perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai hukum.
Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan negara.
Dengan demikiran dapat disimpulkan
bahwa dalam teori tipe-tipe utama negara
yang berkembang dalam sejarah kita dapat
mengetahui bahwa negara RI
dikonstruksikan untuk menjadi negara
modern, yaitu negara hukum yang demokratis dan merupakan nomokrasi Pancasila.
BAB VIII
TEORI BENTUK NEGARA DAN BENTUK
PEMERINTAHAN
A.
BENTUK NEGARA
Bentuk
negara menyatakan susunan atau organisasi negara secara keseluruhan, mengenai
struktur negara yang meliputi segenap
umsur-unsurnya, yaitu daerah, bangsa dan pemerintahan. Bentuk negara melukiskan dasar negara, susunan dan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ tertinggi di negara
itu itu dan kedudukan masing-masing organ dalam kekuasaan negara. Teori bentuk negara bermaksud membahas sistem penjelmaan politis dari unsur-unsur negara.
1.
Monarchie
Monarchie (Kerajaan, Kesultanan,
Kekaisaran) ialah negara yang dikepalai
oleh seorang raja, bersifat turun
temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain raja, kepala negara monarki
dapat berupa Kaisar (Kaisar Jepang dan China sebelum dijajah Inggris), Syah
(Syah Iran) dan Sultan (Sultan Brunei).
Bentuk negara monarki dapat dibedakan
dalam tiga macam, yaitu :
a. Monarki Mutlak (Absolut)
Yaitu seluruh kekuasaan negara
berada di tangan raja dimana raja mempunyai kekuasaan dan wewenang mutlak dan
tidak terbatas.
Misalnya :
1) Prancis di bawah Louis XIV dan XVI
2) Spanyol di bawah Raja Philip II
3) Rusia di bawah Tsar Nicholas
b. Monarki Terbatas (Monarki Terbatas/Monarki
dengan undang-undang).
Yaitu suatu negara monarki
dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi/UUD.
Misalnya :
1) Kerajaan Inggris dengan konstitusinya yang
bersumber pada kebiasaan (konvensi).
b) Monarki Parlementer
Yaitu suatu monarchi dimana
terdapat suatu parlemen dimana para menteri bertanggung jawab sepenuhnya.
Contoh : Kerajaan Belanda.
2.
Republik
Republik berasal dari bahasa latin, respublica yang artinya kepentingan
umum.
Negara republik adalah negara dengan
pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Presiden sebagai kepala negara yang
dipilih dari dan oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu (Di AS, presiden
menjabat selama 4 tahun dan di Indonesia selama 5 tahun).
Negara yang berbentuk republik contohnya
adalah Republik Indonesia, Republik Filipina, Republik Rakyat China.
Macam-macam bentuk republik :
a. Republik dengan sistem pemerintahan secara
langsung (system referendum) → Yunani Kuno dan Romawi Kuno.
b. Republik dengan sistem pemerintahan
perwakilan rakyat (system parlementer) →
Republik Indonesia pada saat berlakunya UUD 1950.
c. Republik dengan sistem pemisahan kekuasaan
(system presidensil) → Republik
Indonesia.
Pendapat
beberapa ahli tentang bentuk negara adalah sebagai berikut :
1.
Niccolo Machiavelli
Dalam bukunya Il Principe (Sang Raja), Niccolo
Machiavelli menyatakan bahwa bentuk negara adalah republik dan monarki.
2.
Jellinek
Dalam bukunya Algemeine Staatslehre, Jellinek membedakan bentuk negara monarki dan republik berdasarkan
pembenukan kemauan negara.
Bila pembentukan kemauan negara ditentukan oleh seorang saja maka bentuk negaranya adalah monarki.
Sedangkan jika kemauan negara ditentukan oleh lebih dari satu orang maka negara
yang terbentuk adalah republik.
Namun, jika bertitik tolak
pada pendapat Jellinek, maka negara Inggris, Swedia, Norwegia, Denmark,
Nederland dan Belgia harus dikategorikan
sebagai negara republik sebab negara-negara tersebut terbentuk karena
kemauan orang banyak, namun kenyataannya
menurut HTN, negara-negara tersebut berbentuk monarki.
Dengan demikian, alasan
Jellinek kurang dapat diterima.
3.
Leon Duguit
Dalam bukunya, Traitede Droit Constitutionel, ia
berpendapat bahwa untuk menentukan apakah suatu negara berbentuk republik atau
monarki adalah dengan menggunakan ’cara
penunjukkan/pengangkatan kepala negara’.
Jika kepala negara diangkat
berdasarkan keturunan maka bentuk negaranya adalah monarki. Sedangkan jika kepala negara diangkat
berdasarkan pemilihan maka bentuk negaranya adalah republik.
4.
Otto Koellreuter
Otto menggunakan ukuran
kesamaan dan ketidaksamaan dalam membedakan bentuk negara. Sebenarnya ia setuju
dengan Duguit tetapi karena ia seorang fasis Jerman,maka Ia membagi negara ke
dalam tiga bentuk, yaitu :
- Monarki
Monarki adalah suatu negara
yang diperintah oleh suatu dinasti, dimana kepala negara diangkat berdasarkan
keturunan. Oleh karena itu ia
beranggapan bahwa pada dasarnya adalah ketidaksamaan karena tidak setiap orang
dapat menjadi kepala negara.
- Republik
Bentuk republik didasarkan
pada asas kesamaan, kepala negara diangkat berdasarkan kemauan orang
banyak dan setiap orang memiliki hak
yang sama untuk menjadi kepala negara.
Kepala negara dalam negara republik tidak diangkat berdasarkan keturunan
atau kepribadian melainkan karena kemauan rakyat secara politis dan kenegaraan.
- Autoritaren Fuhrerstaat
Kepala negara dalam Autoritaren Fuhrerstaat diangkat atas
dasar pikiran bahwa yang dapat berkuasa
disebut ’ger Gedanken der staatsautoritat.
Jadi dalam Autoritaren Fuhrerstaat, dasar ukurannya
adalah ketidaksamaan. Namun, asas
ketidaksamaannya berbeda dengan monarki.
Asas ketidaksamaan dalam monarki bertitik tolak pada keturunan atau
dinasti. Sedangkan pada Autoritaren
Fuhrerstaat, ketidaksamaannya
bertitik tolak pada pikiran yang dapat menguasai negara.
5.
Aristoteles
Aristoteles membedakan bentuk
negara berdasarkan ukuran kuantitas
untuk bentuk ideal dan ukuran kualitas untuk bentuk pemerosotan.
Menurut Aristoteles, bentuk
negara dibedakan dalam :
- Monarki
Apabila yang memerintah satu
orang untuk orang banyak maka bentuk negaranya adalah monarki, jika merosot
dimana ia memerintah berdasarkan kepentingan sendiri maka bentuknya adalah
diktatur atau tirani.
- Aristokrasi
Bila negara diperintah oleh
beberapa orang untuk kepentingan orang banyak
maka bentuk negara tersebut adalah aristokrasi. Pemerosotan dari bentuk
aristokrasi adalah jika beberapa orang memerintah untuk kepentingan golongan
sendiri maka bentuk negara menjadi oligarkhi, sedangkan jika untuk kepentingan
orang kaya maka dinamakan plutokrasi.
Aristokrasi adalah negara yang
pimpinan tertingginya dipegang oleh beberapa orang, biasanya dari golongan
feodal, golongan yang berkuasa.
Golongan orang yang memegang
kekuasaan dapat dibedakan berdasaran :
1) Kelahiran (kebangsawanan)
2) Umur
3) Hak milik atas tanah
4) Kekayaan
5) Kerajinan
6) Pendidikan
7) Fungsi militer dll.
- Politiea
Jika yang memerintah seluruh
orang dan demi kepentingan seluruh orang pula maka bentuk negaranya adalah
politiea. Jika merosot menjadi perwakilan maka bentuk negaranya dinamakan
demokrasi.
6.
Polybios
Menurut Polybios, demokrasi
merupakan bentuk ideal sedangkan bentuk pemerosotannya adalah ochlocratie atau
mobocratie.
Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratein (kekuasaan).
Demokrasi adalah suatu negara
dengan pemerintahan yang tertinggi terletak di tangan rakyat dan setiap gerak
langkah negara ditentukan oleh rakyat.
Syarat-syarat demokrasi
antara lain adalah :
Macam-macam bentuk demokasi
adalah :
a. Demokrasi Langsung
Yaitu negara demokrasi dimana
semua warga negara ikut secara langsung memilih
serta ikut memikirkan jalannya pemerintahan.
Misalnya : Yunani Kuno, New
England.
b. Demokrasi Perwakilan
Yaitu suatu negara demokrasi
dimana tidak semua warga negaranya diikutsertakan secara langsung dalam
pemerintahan tetapi mereka memilih wakil-wakil mereka yang duduk dalam
badan-badan perwakilan (parlemen).
Misalnya : USA dengan
parlemennya, Indonesia dengan DPR-nya.
7.
C.F. Strong
Ia mengemukakan adanya 5
kriteria untuk melihat bentuk negara, yaitu :
- Melihat
negara tersebut, bagaimana
bangunannya, apakah kesatuan atau negara serikat.
- Melihat
bagaimana konstitusinya.
- Melihat
badan eksekutifnya, apakah bertanggung jawab kepada parlemen atau tidak.
- Mengenai
badan perwakilan, bagaiaman disusunnya dan siapa saja yan berhak duduk
di badan perwakilan tersebut.
- Bagaimana
hukum yang berlaku di negara tersebut.
B.
BENTUK PEMERINTAHAN
Teori
mengenai bentuk pemerintahan meninjau bentuk
negara secara yuridis. Bermaksud untuk mengungkapkan sistem yang menentukan hubungan antara alat-alat
perlengkapan negara dalam menentukan
kebijakan negara. Hal ini dapat ditemui dalam
konstitusi negara.
Sistem
pemerintahan merupakan gabungan dari dua
istilah, yaitu :
1. Sistem
Menurut Carl J. Friedrich,
sistem adalah suatu keseluruhan terdiri
dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik diantara
bagian-bagian maupun hubungan fungsional
terhadap keseluruhannya. Sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara
bagian-bagian. Akibatnya, jika salah
satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
2. Pemerintahan
Pemerintahan adalah segala
urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan
rakyatnya dan kepentingan negara sendiri.
Oleh karena itu jika kita
membicarakan tentang sistem pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan
bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara
menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu,
dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Pada
dasarnya sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam :
1.
Sistem Parlementer
Sistem
parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif
dan legislative (badan perwakilan)
mempunyai hubungan yang erat. Hal ini
disebabkan karena adanya pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen.
Setiap kabinet yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan
demikian kebijakan parlemen atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang
dikehendaki oleh parlemen.
Ciri-ciri umum
dari sistem pemerintahan parlementer adalah :
a. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri
dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan
dan atau kekuasaan-kekuasaan yang menguasai parlemen.
b. Para kabinet mungkin seluruhnya atau para
anggota kabinet mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan
mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen.
c. Kabinet dengan ketuanya (eksekutif)
bertanggung jawab kepada parlemen.
d. Kepala negara dengan saran PM dapat
membubarkan kabinet.
e. Kekuasaan kehakiman secara prinsipil tidak
digantungkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif.
2.
Sistem Presidensiil
Adalah suatu pemerintahan
dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung
jawab kepada badan perwakilan rakyat. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif
berada di luar pengawasan parlemen.
Ciri-ciri pemerintahan
presidensiil :
a. Presiden adalah kepala eksekutif yang
memimpin kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab
kepadanya. Ia sekaligus merupakan kepala negra (lambang negara) dengan masa
jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh UUD.
b. Presiden tidak dipilih oleh badan
legislatif tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia bukan
bagian dari badan legislatif seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
badan legislatif dan tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif. Sebaliknya, Presiden tidak dapat membubarkan
legislatif.
d. Komparasi Sistem Pemerintahan Parlementer
dengan Sistem Pemerintahan Presidensiil
Perbedaan diantara dua sistem pemerintahan
tersebut disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah politik
masing-masing negara.
Secara
umum perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut adalah :
Sistem
Pemerintahan
Parlementer
|
Sistem
Pemerintahan
Presidensiil
|
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari
bentuk negara monarki yang kemudian mendapat pengaruh dari pertanggungjawaban
menteri. Raja berfungsi sebagai faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan
antara eksekutif dan legislatif.
Misalnya :
kerajaan Inggris, Belanda, Perancis.
2
Keuntungan
Penyesuaian
antara pihak eksekutif dan legislatif dapat lebih mudah dicapai.
3. Kelemahan
a. Pertentangan antara eksekutif dan
legislatif dapat terjadi sewaktu-waktu, menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan akibatnya pemerintahan tidak
stabil.
b. Sebaliknya, Presiden dapat membubarkan legislatif.
c. Pada sistem parlementer dengan multi partai (kabinet koalisi) apabila
terjadi mosi tidak percaya dari beberapa partai politik sehingga sering
terjadi pergantian kabinet.
|
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari
keinginan untuk melepaskan diri
dominasi kekuasaan raja dengan mengikuti ajaran Montesquieu dengan ajaran
Trias Politika.
Misalnya :
negara USA timbul sebagai reaksi kebencian terhadap raja George III
(Inggris).
2. Keuntungan
Pemerintahan
untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil.
3. Kelemahan
Dapat terjadi kemungkinan
tujuan negara yang telah ditetapkan oleh eksekutif berbeda dengan legislatif.
|
3.
Sistem Quasi
Sistem
pemerintahan quasi merupakan bentuk
variasi dari sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Dalam sistem ini dikenal dua macam quasi,
yaitu :
a. Quasi
Presidensiil
Presiden merupakan kepala
pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensiil) tetapi dia
bertanggung jawab kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab sehingga lembaga
ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem
parlementer).
Misalnya : sistem pemerintahan Republik
Indonesia.
b. Quasi Parlementer
4. Sistem Referendum
Referendum
adalah suatu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan
keputusan setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh parlemen
atau setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang dimintakan
persetujuan kepada rakyat.
Sistem
referendum merupakan bentuk variasi dari
sistem quasi (quasi presidensiil) dan
sistem presidensiil murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah
pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam
sistem ini pertentangan antara eksekutif
dan legislatif jarang terjadi.
Berkaitan
dengan pengawasan rakyat dalam bentuk referendum maka dikenal tiga macam sistem referendum,
yaitu :
a. Referendum Obligator
Jika
persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan
dalam suatu pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan mengikat
rakyat seluruhnya. Misalnya : persetujuan yang dibuat oleh rakyat dalam pembuatan UUD.
b. Referendum Fakultatif
Sekelompok masyarakat berhak
untuk meminta disahkannya suatu undang-undang (melalui referendum) yang telah
dibuat oleh parlemen setelah diumumkan. Hal ini biasanya dilakukan terhadap
undang-undang biasa.
c. Referendum consultatif
Yaitu referendum untuk
soal-soal tertentu yang teknisnya rakyat
tidak tahu.
Keuntungan
dari sistem referendum adalah bahwa dalam setiap masalah negara, rakyat ikut serta menanggulanginya dan
kedudukan pemerintah stabil sehingga pemerintah akan memperoleh pengalaman yang
baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Kelamahan dari
sistem referendum adalah bahwa rakyat
tidak mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul karena untuk mengatasi
suatu persoalan diperlukan pengetahuan yang luas dari rakyat. Selain itu, sistem
ini tidak dapat dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan faham antara rakyat
dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik.
Contoh sistem
pemerintahan referendum adalah Swiss.
C.
SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
- Sistem Pemerintahan Pra-Amandemen UUD 1945
a.
Sistem Pemerintahan Menurut Sifatnya
Berdasarkan UUD 1945, sistem
pemerintahan Indonesia adalah presidensiil, namun bukan sistem presidensiil
yang murni jika diukur dari
syarat-syarat yang harus ada dalam
sistem presidensiil.
Pasal 4 dan 17 UUD 1945 menunjukkan
bahwa pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensiil dimana presiden
menjadi kepala eksekutif (pemerintahan) dan mengangkat serta memberhentikan
para menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Namun, jika dilihat dari Pasal 5 ayat
(1) dan dalam kaitannya dengan Pasal 21
ayat (2) UUD 1945, dapat disimpulkan
bahwa sistem pemerintahan presidensiil tersebut tidak sepenuhnya presidensiil
karena berdasarkan pasal tersebut presiden dan DPR bersama-sama membuat UU. Hal ini berarti bahwa sistem presidensiil di
Indonesia tidak berdasarkan pelaksanaan ajaran Trias Politika.
Ciri-ciri parlementer yang ada pada
pemerintahan di Indonesia :
1. Pertanggung jawaban Presiden kepada MPR
2. Kedudukan Presiden sebagai mandataris
pelaksana GBHN
Dengan demikian berdasarkan Pasal 4
ayat (1) dan Pasal 17 UUD 1945, sistem pemerintahan di Indonesia adalah
presidensiil karena presiden adalah
eksekutif dan menteri-menteri adalah pembantu presiden. Tetapi jika dilihat
dari sudut pertanggungjawaban presiden kepada MPR maka eksekutif dapat
dijatuhkan oleh lembaga negara lain (kepada siapa presiden bertanggung jawab, hal ini
merupakan ciri pemerintahan
parlementer). Maka sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 dapat
disebut quasi presidensiil.
b.
Sistem Pemerintahan Menurut Pembagian
Kekuasaan
UUD 1945 tidak menganut sistem pemisahan
kekuasaan berdasarkan Trias Politika sebagaimana diajarkan oleh Montesquieu,
tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan, karena :
1) UUD 1945 tidak membatasi secara tegas
bahwa setiap kekuasaan harus dilakukan oleh satu organ/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
2) UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi
atas tiga bagian saja.
3) UUD 1945 tidak membagi habis
kekuasaan rakyat yang dilakukan oleh MPR
(Pasal 1 ayat 2) kepada lembagalembaga negara lainnya.
UUD 1945 menetapkan 4 kekuasaan dan
7 lembaga negara, yaitu :
1) Kekuasaan eksaminatif (Inspektif) → BPK
2) Kekuasaan legislatif → DPR, DPD
3) Kekuasaan eksekutif (pemerintahan negara) → Presiden dan Wakil Presiden.
4) Kekuasaan yudikatif (kehakiman) → MA
(Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi) dan MY (Mahkaham Yudikatif)
Lembaga-lembaga lain yang tidak
diatur oleh UUD 1945 termasuk dalam organisasi pemerintahan yang disebut
sebagai lembaga pemerintah (regering-organen)
dan lembaga administrasi negara (administrative-organen).
Misalnya Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa.
c.
Pokok Pikiran Pemerintahan Negara Indonesia Menurut
Penjelasan UUD 1945
Sistem pemerintahan di Indonesia
adalah presidensiil. Hal ini dijelaskan secara sistematis dalam Penjelasan UUD
1945 yang memuat 7 buah kunci pokok, yaitu :
1) Indonesia adalah negara yang berdasar atas
hukum (rechstaat)
Negara
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan bukan kekuasaan
belaka. Hal ini berarti bahwa negara
dalam melaksanakan tindakan apapun harus selalu dilandasi oleh hukum atau
segala tindakannya harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Negara
hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah negara hukum dalam arti formal
(sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam) tetapi negara hukum dalam arti
material (dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi
juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
2) Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas
sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang
tidak tak terbatas).
Sistem ini menegaskan
bahwa pemerintahan negara dibatasi oleh
konsitusi dan otomatis dibatasi juga oleh ketentuan hukum yang merupakan produk
konstitusional lainnya seperti GBHN, UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan
menegaskan sistem negara hukum.
Berdasarkan kedua sistem ini
diharapkan dapat tercapai mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga
negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri.
3) Kekuasaan
negara yang tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang
oleh MPR sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan
yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
a) Menetapkan
UUD dan GBHN.
b) Memilih dan mengangkat Presiden dan
Wapres.
Majelis mengangkat dan
melantik Kepala Negara dan Wakil Kepala
Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara harus tunduk dan
bertanggung jawab kepada MPR.
4) Presiden adalah penyelenggaran
pemerintahan negara yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara
pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan
dan tanggung jawab ada pada Presiden (concentration
of power and responsibility upon the
President).
5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR
Presiden harus bekerja sama
dengan DPR tetapi Presiden tidak bertanggun jawab kepada DPR,artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung dari DPR.
Presiden harus mendapat
persetujuan dari DPR untuk membentuk UU serta menetapkan APBN.
Presiden tidak dapat
membubarkan DPR dan DPRpun tidak dapat menjatuhkan presiden.
6) Menteri Negara adalah pembantu Presiden,
Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak
tergantung pada DPR tetapi pada Presiden.
Pengangkatan dan pemberhentian
menteri merupakan wewenang sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab
kepada Presiden.
Dengan petunjuk dan
persetujuan Presiden, menteri-menterilah yang sebenarnya menjalankan
pemerintahan di bidangnya masing-masing.
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala negara bukanlah
dikatator karena ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
- Sistem Pemerintahan Pasca-Amandemen UUD 1945
a.
Perubahan Pertama UUD 1945
Perubahan terhadap UUD
1945 terjadi setelah timbulnya tuntutan
reformasi, yang diantaranya berkaitan
dengan reformasi konstitusi (constitutional reform)
Sebelum terjadinya amandemen
terhadap UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan presiden sangat dominan. Hal ini
terlihat dalam kurun waktu demokrasi
terpimpin 1959-1967 dimana MPR (S) yang
merupakan lembaga tertinggi dikendalikan oleh presiden. Sedangkan dalam kurun waktu 1967-1998, DPR yang berdasarkan UUD 1945
mempunyai hak inisiatif (mengajukan usul RUU) tidak dapat melakukan haknya
karena semua RUU berasal dari
pemerintah.
Oleh karena itu, amandemen
terhadap UUD 1945 dilakukan dengan tujuan untuk :
1) Mengurangi/mengendalikan kekuasaan
presiden.
2) Mengembalikan hak legislasi kepada DPR,
sedangkan presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR.
b.
Perubahan Kedua UUD 1945
Perubahan kedua terhadap UUD
1945 dilakukan pada substansi yang meliputi pemerintahan daerah, wilayah negara, warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan
negara, bendera, bahasa, lambang negara
dan lagu kebangsaan, serta DPR, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak
maupun tentang tata cara pengisiannya.
Berkaitan dengan pengisian
keanggotaan DPR, maka semua anggota DPR dipilih secara langsung oleh
rakyat.
c.
Perubahan Ketiga UUD 1945
Perubahan ketiga dilakukan
menurut teori konstitusi, terhadap susunan ketatanegaraan yang bersifat
mendasar. Dari perubahan terhadap UUD 1945 terlihat bahwa sistem pemerintahan yang
dianut adalah sistem pemerintahan pr
esidensiil.
Ciri-ciri
sistem pemerintahan presidensiil terlihat pada :
1) Prosedur pemilihan presiden dan wakil presiden
2) Pertanggung jawaban presiden dan wakil
presiden atas kinerja kerjanya sebagai lembaga eksekutif.
d.
Perubahan Keempat UUD 1945
Ada sembilan item pasal substansial pada perubahan keempat
UUD 1945, antara lain :
1) Keanggotaan MPR
Berkaitan dengan keanggotaan
MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
pemilu. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang keberadaannya
diangkat sebagaimana yang terjadi
sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah
dan ABRI melalui proses pengangkatan,
bukan pemilihan.
2) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
tahap kedua
3) Kemungkinan Presiden dan Wakil
Presiden berhalangan tetap.
4) Kewenangan Presiden
Kewenangan Presiden sebagai
kepala pemerintahan dan kepala negara mengalami perubahan mendasar dimana
setiap kebijakan Presiden harus mendapat persetujuan atau sepengetahuan DPR.
Perubahan keempat ini
membatasi kewenangan Presiden yang sebelumnya.
5) Keuangan negara dan bank sentral
6) Pendidikan dan kebudayaan
7) Perekonomian nasional dan kesejahteraan
sosial
8) Aturan tambahan dan aturan peralihan
9) Kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
terjadi pada perubahan terhadap UUD 1945, langsung atau tidak langsung
mempengaruhi sistem pemerintahan, diantaranya pada :
- Konsep Negara Hukum
UUD 1945 pasca
amandemen mempertegas deklarasi negara hukum, dari yang semula hanya ada dalam
Penjelasan, menjadi bagian dari Batang Tubuh UUD 1945.
Implementasi ketegasan
konsep negara hukum Indonesia adalah sistem pemilihan umum secara
langsung oleh rakyat sehingga mereka bebas dalam menentukan sikap dan
pendapatnya.
Menurut Oemar Seno
Adji, pemilu yang bebas merupakan hal yang sangat fundamental bagi negara hukum
karena melalui pemilu langsung, akuntabilitas anggota parlemen semakin tinggi.
- Kedudukan Presiden
Sebelum amandemen
UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan
Presiden sangat dominan, terutama dalam praktek penyelenggaraan negara. Dengan amandemen UUD 1945 maka kekuasaan
Presiden dikurangi dengan mengembalikan kekuasaan legislatif kepada DPR. Selain
itu, periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara tegas, dimana
seseorang hanya dapat dipilih sebagai
Presiden maksimal untuk dua kali periode jabatan.
- Sistem Pemerintahan
UUD 1945 pasca amandemen menetapkan dengan
jelas mengenai sistem presidensiil dalam sistem pemerintahan.
Menurut Sri Soemantri, ciri-ciri sistem presidensiil dalam UUD 1945
pasca amandemen antara lain adalah :
1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.
2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab
kepada MPR karena lembaga ini tidak lagi bertindak sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat.
- Kedudukan MPR dan DPR
Melalui amandemen
UUD 1945, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan
pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi.
Hal ini
berimplikasi pada kewenangan MPR yang dulu memiliki kedudukan strategis, melalui amandemen maka
kewenangannya menjadi :
1) Mengubah dan menetapkan UUD
2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden
3) Memberhentikan Presiden dan atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD 1945.
D.
SUSUNAN NEGARA
Susunan
negara menyatakan struktur organisasi
dan fungsi pemerintahan dengan tidak menyinggung struktur daerah maupun bangsa.
Susunan
negara juga menyangkut bentuk negara
yang ditinjau dari segi susunannya yaitu berupa :
1. Negara kesatuan à
yaitu negara yang bersusunan tunggal.
2. Negara Federasi à
yaitu negara yang bersusunan jamak.
a.
Negara Kesatuan
Negara kesatuan disebut juga uniterisme atau eenheistaat, yaitu suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana
di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah yaitu pemerintah
pusat. Pemerintah pusatlah yang mengatur seluruh daerah. Jadi tidak terdiri
dari beberapa negara yang berstatus negara bagian (deelstaat) atau negara dalam negara.
Dengan demikian dalam negara
kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi
dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijakan-kebijakan pemerintah dan
melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah serta di dalam
atau di luar negeri.
Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, kesatuan (unity) dan monosentris (berpusat pada
satu).
Macam-macam negara kesatuan
:
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan
sistem sentralisasi maka semua urusan diurus oleh pemerintah pusat. Pemerintah
daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur daerahnya, pemerintah daerah hanya
melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Contoh : Jerman di bawah
Hitler.
b. Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan
sistem desentralisasi maka kepada daerah
diberi kesempatan dan kekuasaan untuk
mengatur rumah tangganya sendiri. (otonomi
daerah).
Contoh : Republik Indonesia.
2.
Negara Federasi
Federasi berasal dari kata feodus yang berari perjanjian atau
persetujuan.
Dalam negara federasi atau
negara serikat (bondstaat/bundesstaat)
merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus
negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, dimana ikatan
tersebut akan mewakili mereka secara keseluruhan. Jadi merupakan suatu negara
bagian yang masing-masing tidak berdaulat, karena yang berdaulat adalah persatuan dari negara-negara tersebut yaitu
negara serikat (pemerintah federal).
Jadi, awalnya masing-masing negara bagian tersebut
merupakan negara yang merdeka, berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan dalam suatu negara
serikat maka negara yang tadinya berdiri sendiri, sekarang menjadi negara
bagian dan melepaskan sebagian kekuasaan yang dimilikinya dan menyerahkannya
kepada negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan
disebutkan satu demi satu sehingga hanya kekuasaan yang disebutkan saja
yang diserahkan kepada negara serikat (delegated powers). Umumnya, kekuaaan
yang diserahkan adalah hal-hal yang
berhubungan dengan luar negeri,
pertahanan negara, keuangan dan pos.
Dengan demikian kekuasaan yang
diberikan bersifat terbatas karena kekuasaan yang asli tetap ada pada negara
bagian.
Anggota-anggota federasi tidak
berdaulat dalam arti yang sesungguhnya karena federasilah yang berdaulat. Anggota suatu federasi disebut negara bagian
(deelstaat, state, anton, lander).
Bentuk negara federasi tidak
dikenal pada zaman kuno maupun abad pertengahan, namun baru dikenal sekitar tahun 1787 ketika pembentuk
konstitusi Amerika Serikat memilih federasi sebagai bentuk pemerintahan mereka.
Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Institution diperlukan dua syarat untuk mewujudkan suatu negara federasi, yaitu :
a. Harus ada perasaan nasional (a sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan
politik yang hendak berfederasi.
b. Harus ada keinginan dari anggota-anggota
kesatuan politik akan persatuan (union).
Selain itu, negara
federasi memiliki tiga ciri khas, yaitu
:
a. Adanya supremasi konstitusi federasi.
b. Adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) antara negara
bagian dengan negara federal.
c. Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang
bertugas menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul antara negara bagian dengan
negara federal.
E. APLIKASI DI INDONESIA
Pembukaan
UUD 1945 menyatakan bahwa : ”....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-undang
Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada.....”
Pasal
1 ayat (1) UUD 1945 : ”Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik”.
Kemudian,
sesuai dengan musyarawarah Badan PPKI menyimpulkan bahwa bentuk negara adalah
republik. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa definisi, yaitu :
1. Bentuk negara bukan monarki
(kerajaan) → Pasal 1 ayat (1) : ”Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik dan bukan kerajaan.
2. Kepala negara dipilih dan tidak turun
temurun → Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 : ”Presiden dan
wapres dipilih oleh rakyat dan tidak
turun termururun.
3. Masa jabatan kepala negara ditentukan
dalam jangka waktu tertentu → Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama lima tahun.
BAB IX
TEORI KEDAULATAN
Teori kedaulatan (Souvereiniteit) pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan adalah tunggal, asli dan
tidak terbagi.
Setiap
masyarakat dalam suatu negara mengakui adanya kekuasaan yang paling tinggi
dalam hidup mereka kekuasaan tertinggi
inilah yang mendominasi hidup mereka, menjadi alasan yang menguasai hidup mereka. Demikian pula
dengan suatu negara yang merupakan pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan
yang tertinggi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau golongan
untuk dapat merubah sikap dari kebiasaan orang lain.
Pada
intinya, hanya ada tiga hal
yang dianggap berdaulat dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu :
1. Tuhan
Tuhan dikatakan memiliki
kekuasaan tertinggi atau berdaulat
karena Tuhanlah yang menciptakan segala
sesuatu dan berkuasa atas segala sesuatu.
2. Raja
Raja dikatakan berdaulat
karena secara konkret dapat memerintah
dan mengatur rayat yang hidup dalam naungan kekuasaannya secara bijaksana. Namun seringkali kekuasaan raja yang absolut menyebabkan tirani dan menindas
rakyat sehingga timbul pemikiran bahwa
raja tidak pantas berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya
sendiri.
3. Rakyat
Rakyat diletakkan sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk menghindari penindasan dari raja
yang absolut dan orang yang
mengatasnamakan agama.
Pada masa renaissance
atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan
agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya
berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua
Pedang).
Pemikiran
bahwa rakyatlah yang berdaulat menimbulkan ide kedaulatan rakyat dan
pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi
perwakilan). Pelaksanaan teori
kedaulatan rakyat berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan
pelaksana teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat memunculkan teori kedaulatan negara.
Pada
awalnya, dalam Ilmu Negara umum terdapat lima teori kedaulatan namun pada
perkembangan terakhir kaum pluralis
memunculkan teori kedaulatan plural yang meletakkan kedaulatan secara
fungsional kepada beberapa hal/instansi.
Teori
kedaulatan yang dikenal saat ini adalah
:
1. Teori Kedaulatan Tuhan à
melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi.
2. Teori Kedaultan Raja à
melahirkan sifat Monarkis.
3. Teori Kedaulatan Rakyat à
melahirkan sifat Demokratis
4. Teori Kedaulatan Negara à
melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian.
5. Teori Kedaulatan Hukum à melahirkan
sifat Nomokratis (rechstaat dan rule
of law).
6. Teori Kedaulatan Pluralis à
melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis.
A.
TEORI KEDAULATAN TUHAN
Teori
Kedaulatan Tuhan mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam satu negara adalah
milik Tuhan. Teori ini berkembang pada abad pertengahan (abad V – XV). Perkembangan teori ini berkaitan erat dengan
perkembangan agama Katolik yang baru muncul yang diorganisir oleh gereja.
Sehingga pada saat itu ada dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh raja dan organisasi kekuasaan
gereja yang dikepalai oleh Paus.
Awalnya
perkembangan agama Katolik/Kristen
ditentang dengan sangat kuat karena bertentangan dengan kepercayaan yang dianut yaitu pantheisme (penyembahan kepada
dewa-dewa). Namun pada akhirnya agama
Kristen/Katolik dapat berkembang dengan
baik dan bahkan diakui sebagai satu-satunya agama resmi, agama negara.
Sejak
saat itu, gereja mempunyai kekuasaan yang nyata dan dapat mengatur kehidupan
negara, tidak saja yang bersifat keagamaan tetapi juga yang bersifat
keduniawian. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan karena baik gereja
maupun negara kadang-kadang mengeluarkan peraturan tersendiri untuk mengatasi
masalah yang sama. Selama peraturan
tersebut tidak bertentangan tentu saja tidak menimbulkan masalah, namun jika
peraturan tersebut saling bertentangan
maka timbul persoalan, peraturn
mana yang akn ditaati.
Penganut
teori teokrasi antara lain adalah Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
B.
TEORI KEDAULATAN RAJA
Menurut
Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam negara ada pada raja karena raja adalah
wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan di dunia. Oleh karena itu raja berkuasa mutlak dan
merasa bahwa seluruh tindakannya adalah
kehendak Tuhan. teori ini terutama
dipakai pada zaman renaissance.
C.
TEORI KEDAULATAN NEGARA
Menurut
George Jellineck, hukum diciptakan oleh
negara. Adanya hukum karena adanya negara.
Jellineck mengatakan bahwa hukum
merupakan penjelmaan kemauan negara.
Negara adalah satu-satunya sumber hukum, oleh karena itu kekuasaan
tertinggi harus dimiliki oleh negara.
D.
TEORI KEDAULATAN HUKUM
Leon
Duguit dalam bukunya, Traite de Droit
Constitutionel berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan dari
kemauan negara tetapi negara tunduk pada hukum yang dibuatnya. Menurut Krabbe,
yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum.
Atas
kritik Krabe, Jellineck yang berpendapat
bahwa kekuasaan tertinggi dimiliki oleh
negara, mempertahankan pendapatnya dengan
mengemukakan teori Selbstbindung
yaitu teori yang menyatakan bahwa negara
tunduk pada hukum secara sukarela.
Tetapi menurut Krabbe, selain
negara masih ada faktor kesadaran hukum dan rasa keadilan, dengan demikian,
yang berdaulat tetap hukum dan bukan negara.
Paham
Krabbe dipengaruhi aliran historis yang
dipelopori oleh Von Savigny yang menyatakan bahwa hukum timbul
bersama-sama dengan kesadaran hukum
masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak negara atau kemauan negara, oleh
karena itu berlakunya hukum terlepas
dari kemauan negara.
E.
TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Ajaran
dari kaum Monarchomachen khususnya ajaran dari Johannes Althusius diteruska oleh sarjana dari aliran hukum alam,
tetapi sarjana dari aliran hukum alam ini mempunyai kesimpulan baru yaitu bahwa
semua individu melalui perjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada
masyarakat inilah para individu menyerahkan kekuasaannya. Selanjutnya,
masyarakat menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sesungguhnya raja
mendapatkan kekuasaan dari individu-individu tersebut.
Individu-individu
tersebut mendapatkan kekuasaan dari
hukum alam. Hukum alam inilah yang menjadi dasar kekuasaan raja. Dengan
demikian kekuasaan raja dibatasi oleh hukum alam dan karena raja
mendapatkan kekuasaan dari rakyat maka
yang memegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Jadi, yang berdaulat adalah
rakyat, raja hanya merupakan pelaksana dari apa
yang telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat. Hal ini menimbulkan ide baru tentang
kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat yang
dipelopori oleh J.J. Rousseau.
Menurut
pendapat Rousseau, rakyat bukanlah
penjumlahan dari individu-individu di dalam negara tetapi kesatuan yang
dibentuk oleh individu-individu dan yang
mempunyai kehendak. Kehendak diperoleh
dari individu melalui perjanjian masyarakat.
Kehendak tersebut oleh Rousseau disebut
kehendak umum (volonte generale)
yang dianggap mencerminkan kehendak
umum.
Jika
yang dimaksud rakyat adalah penjumlahan individu-individu dalam negara maka kehendak yang ada padanya bukan kehendak
umum (volonte generale) tetapi volonte de tous. Jika pemerintahan
negara dipegang oleh beberapa/segolongan orang yang merupakan kesatuan
tersendiri dalam negara dan mempunyai kehendak sendiri (volonte de corps), maka volonte
generale akan jatuh bersamaan dengan
jatuhnya volonte de corps. Jika
pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang
yang mempunyai kehendak sendiri (volonte
particuliere) maka volonte generale akan
jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte
particuliere. Oleh karena itu
pemerintahan harus dipegang oleh rakyat, rakyat mempunyai perwakilan
dalam pemerintahan agar volonte generale dapat
terwujud.
Kedaulatan
rakyat menurut Rousseau pada prinsipnya
adalah cara untuk memecahkan masalah
berdasarkan sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum bersifat abstrak (hanya
khayalan) dan kedaulatan adalah kehendak
umum.
Teori
kedaulatan rakyat diikuti oleh Immanuel
Kant yang mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan
menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas
perundang-undangan dan yang berhak membuat undang-undang adalah rakyat. Oleh
karena itu undang-undang merupakan penjelmaan kemauan rakyat sehingga yang memiliki kekuasaan tertinggi
atau berdaulat adalah rakyat.
F.
TEORI KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pasal
1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen ketiga menyatakan bahwa : ”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut undang-undang”.
Berdasarkan pasal tersebut jelaslah bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Disamping itu, karena negara Republik Indonesia menganut demokrasi yang berdasarkan konstitusi (constitutional democracy), maka
kedaulatan harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi (menurut UUD).
Frasa
’menurut UUD’ menimbulkan tafsiran lebih lanjut bahwa kedaulatan harus dijalankan berdasarkan pembagian
kekuasaan yang ada dalam konstitusi. Kedaulatan harus dijalankan secara
fungsional oleh lembaga-lembaga yang disebutkan oleh konstitusi. Hal ini berarti bahwa masing-masing
lembaga menjalankan kedaulatan berdasarkan
fungsinya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan tidak lagi berada pada satu
lembaga tetapi secara plural berada pada
lembaga-lembaga yang dibentuk UUD.
Hal inilah yang menimbulkan teori kedaulatan pluralis dimana kekuasaan
tertinggi diletakkan menurut fungsi kelembagaan masing-masing, mekanisme hubungan tata kerja antar lembaga
dapat berjalan dengan demokratis.
Sebagian
pakar termasuk Ismail Sunny berpendapat bahwa
selain menganut kedaulatan rakyat,
negara Republik Indonesia menganut
teori kedaulatan Tuhan dan kedaulatan Hukum sekaligus.
Pernyataan
bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan didasarkan pada
Pembukaan UUD 1945 (”Atas berkat rahmat Allah). Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh sendi kehidupan
negara harus mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan. Pilihan norma dan keputusan
politik tidak boleh menyimpang dari
nilai ketuhanan (ajaran agama) yang
diakui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara
mendudukkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama. Sedangkan pernyataan bahwa Indonesia menganut teori
kedaulatan hukum terdapat dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 amandemen ketiga yang
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan bukan negara atas kekuasaan belaka (machstaat).
Kesimpulan
yang dapat ditarik adalah bahwa Negara
Republik Indonesia menganut teori
kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum sekaligus. Dalam operasionalisasi kedaulatan, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan pluralis karena
masing-masing lembaga berdaulat atas fungsinya yang telah diberikan oleh
konstitusi. Dikatakan pluralis karena
tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang kedaulatan.
BAB X
TEORI UNSUR-UNSUR NEGARA
(Die
Rechtliche Stellung der Elemente des Staates)
Unsur-unsur
negara adalah hal-hal yang
menjadikan negara itu ada, atau hal-hal
yang diperlukan untuk terbentuknya
negara. Terdapat tiga sudut pandang
erkaitan dengan unsur-unsur negara, yaitu :
1. Unsur-unsur Negara Secara Klasik
a. Wilayah tertentu
Wilyah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan
negara itu berlaku. Kekuasaan suatu negara tidak berlaku di luar batas
wilayahnya karena dapat menimbulkan sengketa internasional. Pengecualian atas
hal ini adalah daerah eksteritorial, artinya kekuasaan negara dapat berlaku di luar daerah kekuasaannya.
Misalnya :
1) Di kediaman kedutaan asing berlaku
kekuasaan negara asing. Oleh karena itu
orang yang meminta suaka politik ke kedutaan asing tidak dapat diganggu
gugat.
2) Kapal perang atau pesawat yang berbendera
negara asing merupakan wilayah eksteritorial.
Batas wilayah negara tidak
terdapat dalam konstitusi tetapi merupakan
perjanjian (traktat) antara dua negara atau lebih yang memiliki
kepentingan dan biasanya bertetangga.
Wilayah mempunyai arti yang
luas, meliputi udara, darat. Ketiga hal tersebut ditentukan oleh perjanjian internasional.
b. Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan
orang yang hidup di suatu tempat.
Istilah rumpun (ras), bangsa (natie)
dan suku, erat pengertiannya dengan
rakyat.
Rumpun (ras) adalah kumpulan orang yang mempunyai ciri-ciri
jasmaniah yang sama (warna kulit, rambut,
bentuk muka, bentuk badan dll).
Misalnya rumpun Melayu.
Bangsa (natie) adalah rakyat yang
sudah memiliki kesadaran untuk membentuk negara.
Suku yaitu orang yang memiliki kesamaan dalam
kebudayaan.
Rousseau membagi pengertian
bangsa ke dalam dua macam, yaitu :
1) Citoyen à golongan
atau bangsa yang berstatus aktif.
2) Suyet à
bangsa yang tunduk pada
kekuasaan di atasnya atau bangsa yang bersifat
pasif.
Jellineck mengemukakan 4 macam status bangsa, yaitu :
1) Status Positif
Warga negara diberi hak untuk menuntut
tindakan positif dari negara mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik,
kemerdekaan dll. Untuk itu negara
membentuk badan-badan pengadilan, kepolisian, kejaksaan dll yang akan melaksanakan kepentingan warga
negaranya serta menindak pelanggaran-pelanggaran yang
berhubungan dengan hal-hal tersebut di atas.
2) Status Negatif
Dengan adanya status negatif
maka negara menjamin bahwa hak asasi warga negaranya tidak akan diintervensi
oleh negara. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah tindakan sewenang-wenang dari negara.
Namun, dalam keadaan tertentu, negara
dapat melanggar hak asasi rakyat jika tindakan tersebut dilakukan untuk
kepentingan umum. Misalnya dalam hal negara mengambil tanah milik rakyat untuk
pembuatan jalan, namun sebagai imbalannya maka negara harus memberikan ganti
rugi kepada warga negara ybs.
3) Status Aktif
Status aktif memberikan hak
kepada setiap warga negara untuk ikut
serta dalam pemerintahan. Hak ini diwujudkan dengan memberikan hak kepada
setiap warga negaranya untuk memilih dan dipilih sebagai anggota DPR.
4) Status Pasif
Status pasif merupakan kewajiban bagi setiap warga negaranya untuk
mentaati dan tunduk kepada perintah warga negaranya. Misalnya : jika negara dalam keadaan perang maka semua
warga negara menurut syarat-syarat tertentu wajib membela negara.
Berkaitan dengan
kewarganegaraan, ada dua asas yang dikenal, yaitu :
1)
Ius Sanguinis
Ius sanguinis adalah suatu asas dimana seseorang menjadi
warga negara berdasarkan keturunan. Jadi, seseorang menjadi warga negara
Indonesia karena ia dilahirkan dari
orang tua yang berkewarganegaraan Indonesia.
2)
Ius Soli
Yaitu suatu asas dimana seseorang menjadi warga negara berdasarkan
tempat kelahiran. Jadi, seseorang menjadi warga negara karena ia dilahirkan di
wilayah Indonesia.
Namun, ada juga negara yang
memberlakukan asas campuran, yaitu jika kedua asas tersebut diberlakukan
sekaligus. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan yaitu
seseorang dapat memiliki lebih dari satu kewarganegaraan atau tidak memiliki
kewarganegaraan.
c. Pemerintahan yang berdaulat
Sebagai suatu organisasi,
negara memiliki badan pengurus atau badan pimpinan yang mengurus atau memimpin negara yang
disebut pemerintah, sedangkan fungsinya disebut pemerintahan.
Pemerintah dapat diartikan
secara luas dan sempit, yaitu :
1) Pemerintah
dalam arti luas adalah keseluruhan dari
badan pengurus negara dengan seluruh organisasi, bagian-bagiannya dan
pejabat-pejabatnya yang menjalankan tugas negara dari pusat sampai ke pelosok
daerah.
2) Pemerintah dalam arti sempit adalah suatu
badan pimpinan yang terdiri dari seseorang atau beberapa orang yang mempunyai
peranan pimpinan dan menentukan dalam
pelaksanaan tugas negara. Dengan kata lain,
pemerintah dalam arti sempit adalah kepala negara dengan para menteri
(kabinet).
Sedangkan pemerintahan adalah
fungi atau tugas dari pemerintah baik
dalam arti sempit atau luas.
Fungsi pemerintahan dalam arti
luas meliputi tiga bidang, yaitu :
1) Eksekutif
à
pelaksana pemerintahan menurut
undang-undang.
2) Legislatif
à
pembuatan undang-undang.
3) Yudikatif
à
peradilan menurut undang-undang.
Pemerintahan yang berdaulat dapat diartikan ke luar dan
dan ke dalam. Pemerintahan yang berdaulat ke dalam dibatasi oleh hukum positif
sedangkan ke luar dibatasi oleh hukum internasional.
2. Unsur-unsur Negara Secara Yuridis
Logemann mengemukakan
unsur-unsur negara secara yuridis, yaitu :
a. Wilayah hukum (gebiedsleer) à mneliputi
darat, laut, udara serta orang dan batas wewenangnya.
b. Subjek hukum (persoonsleer) à
pemerintah yang berdaulat.
c. Hubungan hukum (de
leer van de rechtsbetrekking) à hubungan
hukum antara penguasa dan yang dikuasai termasuk hubungan hukum ke luar dengan
negara lainnya secara internasional.
3. Unsur-unsur Negara Secara Sosiologis
Paham ini dikemukakan oleh
Rudolf Kjellin yang melanjutkan ajaran
Ratzel dalam bukunya Der Staat als
Lebensform. Menurutnya, unsur-unsur negara adalah :
a. Faktor sosial, meliputi :
1) Unsur masyarakat
2) Unsur ekonomis
3) Unsur kulturil
b. Faktor alam, meliputi :
1) Unsur wilayah
2) Unsur bangsa
Konvensi
Montevideo 1933 disebutkan bahwa sebuah
negara baru dapat dikatakan eksis jika telah
memenuhi 4 unsur, yaitu :
1. Rakyat (people/population)
2. Wilayah
(territory)
3. Pemerintahan (government)
Unsur rakyat yang sadar
bernegara (nation, natie, staatsvolk)
merupakan syarat primer selain adanya
wilayah yang dikuasai dan diatur oleh pemerintahan yang efektif.
Adanya effective diplay atas suatu wilayah dipersyaratkan sebagai wujud dari
sifat memiliki dan menguasai atas wilayah tersebut. Indonesia tidak dapat menunjukkan kekuasaan efektifnya atas pulau Sipadan dan Ligitan sehingga pulau tersebut jatuh ke tangan
Malaysia.
4. Pengakuan
(recognition)
Unsur pengakuan merupakan unsur tambahan (sekunder) yang cenderung merupakan aspek politis
dibandingkan aspek yuridis. Pengakuan
internasional dipersyaratkan
untuk melihat apakah kapasitas
pemerintahannya sudah dapat berjalan
efektif dan dapat menjalin hubungan dengan negara lain.
Pengakuan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a.
Pengakuan secara de
facto (faktual)
Pengakuan de facto hanya melihat fakta-fakta politik yang ada
(sementara) dan belum merupakan pengkuan yang sempurna atas negara
tersebut.
b.
Pengakuan secara de
jure (yuridis)
Pengakuan de jure merupakan
pengakuan yang sempurna dan
bersifat tetap (permanen).
Bagi
negara Republik Indonesia, keempat unsur
tersebut terbentuk secara bertahap
melalui proses sejarah perjuangan kemerdekaan yang panjang, sbb :
1. Rakyat
Unsur rakyat atau bangsa sudah
mulai terbentuk sejak bahasa Melayu
menjadi lingua franca bagi penduduk di wilayah nusantara.
Embrio kenegaraan sudah
terbentuk sejak adanya kerajaan
Sriwijaya, Majapahit, Demak, Samudra Pasai,
Banten, Mataram dll.
Kesadran sebagai suatu nation dikonkretkan dalam momentum
Sumpah Pemuda tahun 1928. Disinilah mulai terbentuk Indonesia sebagai nation dan selanjutnya memproklamirkan diri sebagai nation-state Indonesia.
2. Wilayah
Secara fisik, wilayah negara
Republik Indonesia merupakan bekas wilayah jajahan kerajaan Belanda yang disebut dalam administrasi
Hindia Belanda. Pemerintah Indonesia menjalankan administrasi pemerintahan secara efektif kepada seluruh
penduduk dalam wilayahnya.
3. Pemerintahan yang berdaulat
Pemeritah Indonesia melakukan hubungan internasional yang sederajat dan menjadi anggota
organisasi-organisasi dalam lingkup regional atau internasional. Hal ini
menunjukkan adanya pemerintahan yang
berdaulat baik ke dalam maupun ke luar.
4. Pengakuan
Berdasarkan
teori unsur-unsur negara maka Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah
dapat disebut sebagai negara berdaulat atau berkedudukan sebagai subjek hukum
internasional penuh.
BAB XI
TEORI FUNGSI NEGARA
Tugas suatu negara akan diuraikan dalam Teori
Fungsi Negara. Dalam Teori Fungsi Negara terdapat lima paham, yaitu :
1. Fungsi Negara pada Abad ke-XVI di Perancis
Fungsi negara pertama kali
dikenal pada abad XVI di Perancis, yaitu :
- Diplomacie à
tugasnya adalah penghubung antar negara, dulu penghubung antar
raja.
- Difencie à tugas
yang dijalankan adalah masalah keamanan dan pertahanan negara.
- Financie à
bertugas menyediakan keuangan negara.
- Justicie à
tugasnya adalah menjaga ketertiban perselisihan antar warganegara dan urusan dalam
negara.
- Policei à bertugas
mengurus kepentingan negara yang belum menjadi wewenang keempat fungsi negara lainnya.
2. Fungsi Negara menurut John Locke
John Locke membagi fungsi
negara menjadi 3, yaitu :
- Fungsi
legislatif à
membuat peraturan.
- Fungsi
eksekutif à
melaksanakan peraturan. Menurut John Locke, fungsi mengadili
termasuk tugas eksektutif.
- Fungsi
federatif à mengurusi urusan luar negeri, urusan perang
dan damai.
3. Fungsi Negara menurut Montesquieu (Trias Politica)
Teori John Locke disempurnakan
oleh Montesquieu yang membagi fungsi negara menjadi 3 namun
masing-masing fungsi tersebut terpisah dan dilaksanakan oleh lembaga yang
terpisah pula.
Tiga fungsi negara tersebut
adalah :
- Fungsi
legislatif à membuat undang-undang
- Fungsi
Eksekutif à melaksanakan undang-undang
- Fungsi
Yudikatif à mengawasi agar semua peraturan ditaati.
Tujuan Montesquieu memperkenalkan Trias Politica adalah untuk kebebasan berpolitik, melindungi hak
asasi manusia yang hanya dapat dicapai
dengan kekuasaan yudikatif yang berdiri sendiri.
4. Fungsi
Negara menurut Van Vollen Hoven
Menurut Van Vollen Hoven,
fungsi negara adalah :
- Membuat
peraturan (regeling)
- Menyelenggarakan
pemerintahan (bestuur)
- Fungsi
mengadili (rechtspraak)
- Fungsi
ketertiban dan keamanan (politie)
Ajaran dari Van Vollen Hoven dikenal dengan Catur Praja.
5. Fungsi Negara menurut Goodnow
Menurut Goodnow, fungsi negara
ada dua, yaitu :
- Policy Making
Adalah kebijakan negara untuk
waktu tertentu
- Policy Eksekuting
0 Response to "Makalah Ilmu Negara"
Post a Comment